iklan |
iklan |
Seputarforex - Pengumuman hasil rapat kebijakan Bank Sentral Jepang (BoJ) pada hari Jumat lalu menunjukkan bias dovish yang sangat kentara, sehingga kurs yen babak belur lagi pada pekan ini. USD/JPY kembali mencetak level tertinggi baru sejak November 2022 pada level 142.25 dalam perdagangan sesi Asia (20/Juni), sementara EUR/JPY mempertahankan rekor tertinggi sejak 2008 pada kisaran 155.00.
Momentum reli USD/JPY mulai melambat dalam perdagangan hari ini. Namun, belum ada katalis jelas yang dapat mendorong penguatan yen secara berkelanjutan.
Laju inflasi tahunan Jepang tercatat 3.5% pada laporan harga konsumen terbaru. Ini merupakan tingkat inflasi tahunan paling tinggi sejak Agustus 1976, serta jauh melebihi target inflasi BoJ. Akan tetapi, BoJ berpendapat masih perlu mempertahankan target yield dan suku bunga nyaris nol demi mendorong pencapaian target inflasi secara berkelanjutan.
"Kami mengharapkan tren inflasi akan meninggi seiring dengan penguatan aktivitas ekonomi dan pengetatan pasar tenaga kerja. Namun, ada ketidakpastian yang sangat tinggi tentang negosiasi gaji tahun depan dan keberlanjutan pertumbuhan gaji," ujar Gubernur BoJ Kazuo Ueda, "Inflasi saat ini telah melebihi (target) 2 persen selama 13 bulan berturut-turut, tetapi kelak bisa jatuh ke bawah level itu. Itulah sebabnya kami tidak menormalisasi kebijakan moneter. Tapi jika pandangan itu berubah dengan tajam, kami akan mengubah kebijakan."
Para pakar menanggapi hasil rapat kebijakan BoJ itu dengan dingin. Sejumlah analis berpendapat sikap BoJ menjamin kurs yen akan terus terdepresiasi, dan mereka mungkin baru akan merasa tergugah untuk mengubah kebijakan apabila publik murka.
Min Joo Kang, ekonom senior ING untuk Korsel dan Jepang, menuliskan dalam catatan untuk kliennya yang dikutip oleh Reuters, "Kami meyakini bahwa perekonomian Jepang pulih dengan lebih solid daripada beberapa negara mayor lainnya, dan akan terus berkinerja unggul di masa depan. Namun, jika kebijakan moneter gagal merefleksikan perubahan fundamental ekonomi ini dan BoJ mempertahankan kebijakan dovish-nya, maka yen akan terdepresiasi lebih lanjut."
"BoJ tidak terburu-buru untuk mengubah kebijakan karena pandangan (bahwa) efek samping dari YCC (kebijakan kontrol kurva yield) tidak terlalu besar," kata Izuru Kato, kepala ekonom Totan Research, "Tapi mereka mungkin akan terpaksa bertindak jika yen melemah lebih lanjut dan mendorong kenaikan biaya impor, (sehingga) membuat marah publik. Pemicu perubahan YCC kemungkinan (adalah) penurunan yen yang tajam."
Para pelaku pasar saat ini tengah menantikan testimoni Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell, pada hari Rabu dan Kamis. Powell dapat mengonfirmasi ataupun membantah ekspektasi pasar terhadap prospek suku bunga The Fed ke depan. Data pasar terkini menunjukkan adanya peluang lebih dari 70% untuk kenaikan sebesar 25 basis poin pada bulan Juli, dan dolar AS dapat menguat lagi apabila Powell bersikap lebih hawkish daripada perkiraan pasar tersebut.