EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,326.50/oz   |   Silver 27.41/oz   |   Wall Street 38,460.92   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,155.29   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   EUR/USD dapat lanjutkan pemulihan selama support level 1.0700 bertahan, 3 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 9 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 9 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 9 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 9 jam lalu, #Saham AS

Dolar Zimbabwe Comeback, Satu Dekade Setelah Terpaksa Hiatus

Penulis

Setelah keruntuhan mata uangnya pada tahun 2009, bank sentral Zimbabwe (Reserve Bank of Zimbabwe/RBZ) kini memunculkan Dolar Zimbabwe baru.

Kisah kehancuran Dolar Zimbabwe (1980-2009) merupakan salah satu momok yang paling banyak dituturkan terkait hiperinflasi dan sistem moneter modern. Namun, kini, sekitar satu dekade setelah keruntuhan mata uang tersebut, bank sentral Zimbabwe (Reserve Bank of Zimbabwe/RBZ) mengembalikan statusnya sebagai satu-satunya alat pembayaran legal di negaranya.

Dalam sebuah pengumuman terbaru, RBZ menyatakan bahwa mata uang asing yang selama ini dipakai sebagai alat pembayaran pasca 2009, seperti Dolar AS dan Rand Afrika Selatan, tidak boleh dipergunakan lagi sebagai alat pembayaran sah di Zimbabwe. Sebagai gantinya, sebuah mata uang lokal yang sebelumnya dikenal sebagai Bond Notes dan alat pembayaran elektronik yang bernama RTGS Dollar (RTGS$) akan diakui sebagai Dolar Zimbabwe baru.

Dolar Zimbabwe baru

 

Kemerosotan Nilai Tukar dan Pamor Bank Sentral Zimbabwe

Satu dekade lalu, pemerintah dan bank sentral Zimbabwe terpaksa meninggalkan mata uangnya sendiri setelah hiperinflasi mencapai 500 Miliar persen pada tahun 2008. Transaksi menggunakan Dolar Zimbabwe menjadi tidak mungkin dilakukan, karena bahkan biaya cetak per lembar mata uangnya bisa jadi lebih tinggi dibandingkan nilai nominal yang tercantum. Untuk membeli sebutir telur saja, seseorang harus membawa sekeranjang uang ke pasar.

Hilangnya kedaulatan Dolar Zimbabwe mengakibatkan masyarakat menggunakan beragam mata uang asing, termasuk Dolar AS, Euro, Yuan China, Rand Afrika Selatan, dan lain sebagainya. Meski bank sentralnya telah memperkenalkan alat pembayaran lokal baru berupa Bond Notes dan RTGS Dollar, tetapi bahkan sejumlah lembaga pemerintah hingga saat ini masih meminta pembayaran dalam bentuk Dolar AS.

 

Sukses Comeback, atau Memicu Krisis Lagi?

Dengan memunculkan Dolar Zimbabwe baru, RBZ berupaya mengambil langkah tegas untuk mengembalikan otoritasnya di dalam negeri. Bank sentral menyatakan pula bahwa konversi ini akan disertai dengan sejumlah kebijakan lain. Pertama, rekening bank dalam denominasi valas tidak akan terpengaruh. Kedua, overnight rate dinaikkan dari 15% menjadi 50% untuk memberi insentif bagi orang-orang mengganti mata uang yang dipergunakan. Ketiga, bank sentral akan membentuk sebuah komite kebijakan moneter (Monetary Policy Committee).

Apakah upaya RBZ akan sukses? Jika benar-benar berhasil, maka itu bisa menjadi suri tauladan bagi sejumlah negara lain yang mata uangnya tengah terancam "dipaksa hiatus" juga oleh tekanan hiperinflasi, seperti Venezuela. Namun, upaya RBZ ditanggapi dengan sangsi oleh para pengamat.

Jee-A van der Linde, seorang ekonom dari NKC African Economics, mengatakan kepada Bloomberg, "Upaya apapun oleh pejabat untuk membawa mata uang baru akan membutuhkan keyakinan. (Padahal) orang-orang tidak yakin ada sesuatu yang mendukung (nilai) mata uang itu. Tak mungkin hal seperti itu akan bertahan. Orang-orang takkan memercayainya. (Mata uang baru) itu justru akan menimbulkan lebih banyak aktivitas pasar gelap jika memungkinkan."

Christopher Mugaga, CEO Zimbabwe National Chamber of Commerce, juga cenderung pesimis. Menurutnya, mata uang baru ini akan memperburuk situasi karena perusahaan-perusahaan "yang punya Dolar sungguhan akan turun ke bawah tanah."

Sebelumnya, fenomena serupa telah terjadi saat bank sentral meluncurkan RTGS$ pada bulan Februari, sembari menyatakan bahwa RTGS$ dan Bond Notes tidak akan di-pegging pada Dolar AS lagi. Saat itu, suku bunga interbank dan nilai kedua "uang" itu di pasar gelap langsung merosot drastis. Kini, inflasi di Zimbabwe juga sudah mencapai 97.9%, paling tinggi sejak sekitar tahun 2008.

288957
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.