EUR/USD 1.079   |   USD/JPY 151.430   |   GBP/USD 1.261   |   AUD/USD 0.649   |   Gold 2,194.05/oz   |   Silver 24.68/oz   |   Wall Street 39,760.08   |   Nasdaq 16,399.52   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 69,455.34   |   Ethereum 3,500.12   |   Litecoin 93.68   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 1 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 1 jam lalu, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 1 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 1 jam lalu, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 7 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 7 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 7 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 7 jam lalu, #Saham Indonesia

Harga Minyak Menanjak, Abaikan Estimasi Kenaikan Produksi Di 2018

Penulis

Harga Minyak tipe Brent kembali merangkak naik ke USD63.28 per barel, meski International Energy Agency mengirim sinyal bearish.

Seputarforex.com - Setelah meroket ke atas $65 per barel pada awal pekan menyusul kabar retaknya salah satu pipa minyak utama milik Inggris di Laut Utara, harga minyak Brent anjlok dalam dua hari terakhir hingga mencapai $62, tetapi kembali merangkak naik pada perdagangan Jumat pagi ini (15/Desember) dengan posisi pada $63.28 saat berita ditulis. Dinamika fluktuasi serupa juga nampak pada West Texas Intermediate (WTI) yang kini diperdagangkan di kisaran $57.12 per barel. Padahal, rilis laporan International Energy Agency (IEA) terbaru memberikan sinyal bearish bagi pasar minyak tahun depan.

International Energy Agency

 

Produksi Minyak Non-OPEC Bakal Meningkat

International Energy Agency (IEA) merupakan sebuah lembaga terafiliasi OECD yang berpusat di kota Paris dan berfokus pada penyediaan informasi bidang energi serta perubahan iklim. Lembaga ini merilis laporan secara berkala tanpa jadwal yang pasti, tetapi selalu disoroti oleh pasar; karena beberapa diantara 29 negara anggotanya termasuk produsen minyak Non-OPEC terbesar, termasuk Amerika Serikat dan Kanada. Dengan demikian, data-data yang disajikannya dianggap sebagai info terpenting di bidang migas untuk memberitahukan perkembangan demand dan supply minyak di luar OPEC.

Dalam laporan terbarunya, IEA menaikkan forecast produksi minyak tahun 2018 untuk negara-negara produsen di luar kartel OPEC. Secara umum, produksi minyak Non-OPEC diperkirakan naik sebanyak 630,000 barel per hari (bph) pada tahun 2017, kemudian naik lagi 1.6 juta bph pada tahun 2018. Secara khusus, pertumbuhan output minyak AS diestimasikan naik sebesar 390,000 bph tahun ini, lalu bertambah 870,000 bph lagi pada 2018.

Laporan IEA ini senada dengan perkiraan OPEC yang dimuat dalam laporan bulanan terakhirnya, meski angka yang dikutip cukup berbeda. Laporan bulanan OPEC yang rilis hari Rabu lalu tersebut juga mengatrol estimasi produksi Non-OPEC dari 120,000 bph ke 990,000 bph pada tahun 2018.

 

Percaya Supply-Demand Makin Seimbang

Selain menyampaikan estimasi produksi, laporan IEA juga mengekspresikan keyakinan mereka bahwa OPEC dengan dipandu Arab Saudi akan mampu membatasi surplus minyak global, meskipun terjadi kenaikan output di negara-negara Non-OPEC. Dengan ditunjang pembatasan output oleh OPEC, IEA menilai demand dan supply akan cukup seimbang pada tahun depan.

"Di semester pertama (tahun 2018), bisa ada surplus 200,000 bph, sebelum berbalik menjadi defisit sekitar 200 bph di semester kedua, sehingga 2018 secara keseluruhan menampilkan pasar yang cukup dekat dengan keseimbangan," demikian bunyi laporan IEA yang dikutip oleh SeekingAlpha.

Michael Loewen, seorang pakar strategi komoditas di Scotiabank Toronto, mengatakan pada Bloomberg via telepon bahwa keputusan IEA untuk mengatrol forecast suplai mereka berarti "dalam jangka pendek, pasar nampak agak bearish". Namun demikian, ia melanjutkan, "dalam jangka waktu lebih panjang, 2018 nampak lebih bagus dibanding tahun 2017 dalam hal keseimbangan (supply-demand di pasar minyak)."

Optimisme akan masa depan minyak di tahun 2018 juga disampaikan oleh Menteri Perminyakan Kuwait yang baru dilantik, Bakheet Al-Rashidi. Ia mengklaim permintaan minyak mentah global akan meningkat ke laju yang "sehat" tahun depan, dan pabrik-pabrik pengilangan bakal menikmati kenaikan marjin.

281511
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.