EUR/USD 1.078   |   USD/JPY 151.350   |   GBP/USD 1.263   |   AUD/USD 0.651   |   Gold 2,233.48/oz   |   Silver 25.10/oz   |   Wall Street 39,807.37   |   Nasdaq 16,379.46   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 70,744.95   |   Ethereum 3,561.29   |   Litecoin 94.22   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 1 hari, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 1 hari, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 1 hari, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 1 hari, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 1 hari, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 1 hari, #Saham Indonesia

Jelang QE, Euro Remuk Digilas Minyak Dan Yunani

Penulis

Euro mengawali perdagangan di minggu pertama tahun 2015 dengan merosot ke level terlemah dalam sembilan tahun kemarin (5/1) setelah komentar presiden bank sentral Eropa (ECB) mendorong spekulasi bahwa Quantitative Easing ECB sudah di depan mata. Namun sebenarnya, selain spekulasi tentang waktu pengumuman dan pelaksanaan QE, ada faktor lain yang memicu kekhawatiran investor, diantaranya adalah harga minyak dunia dan rumor seputar bakal hengkangnya Yunani dari Zona Euro (Grexit).

Euro mengawali perdagangan di minggu pertama tahun 2015 dengan merosot ke level terlemah dalam sembilan tahun kemarin (5/1) setelah komentar presiden bank sentral Eropa (ECB) mendorong spekulasi bahwa Quantitative Easing ECB sudah di depan mata. Pengumuman suku bunga negatif Swiss Desember lalu dinilai sejumlah pihak sebagai indikasi bahwa ECB akan mengumumkan QE pada rapat pertamanya tahun ini pada tanggal 22 Januari. Hal itu ditambah pernyataan terbaru presiden ECB membuat spekulasi pasar kian santer.

Namun sebenarnya, selain spekulasi tentang waktu pengumuman dan pelaksanaan QE, ada faktor lain yang memicu kekhawatiran investor terhadap Euro saat ini. Diantaranya adalah harga minyak dunia yang merosot menembus 50 USD per barel dan rumor seputar bakal hengkangnya Yunani dari Zona Euro (Greek Exit, atau Grexit).

Krisis Euro Selanjutnya Bisa Dipicu Yunani - ilustrasi

Merangkak Di Bawah 50 USD

Harga minyak Dunia yang telah jatuh sekitar 50% sejak bulan Juni 2014 kian mencemaskan karena negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC maupun non-OPEC menolak untuk memangkas produksi walaupun permintaan global telah melemah. Hari Senin kemarin, harga minyak dunia kolaps ke bawah 50 USD per barel untuk pertama kalinya dalam lebih dari lima tahun, dengan acuan US WTI untuk pengiriman bulan Februari menyentuh 49.95 USD per barel, minyak Brent di titik nadir 52.66 USD, dan minyak mentah New York merosot 2.42 USD dari pekan lalu untuk menyentuh harga 50.27 USD per barel.

Kemerosotan gila-gilaan harga minyak dunia disebut-sebut oleh beberapa pihak akan menguntungkan bagi wilayah Euro, namun realitanya mungkin tak sebagus itu. Pimpinan bank sentral Jerman sekaligus petinggi ECB, Jens Weidmann mengatakan pada media Frankfurter Allgemeine bahwa murahnya harga minyak berfungsi mirip dengan stimulus dan memungkinkan masyarakat untuk mengalokasikan lebih sedikit uang untuk keperluan konsumsi dan lebih banyak untuk investasi (sehingga bisa mendorong kemajuan ekonomi). Komentar itu konsisten dengan pendapat Weidmann sebagai oposisi QE di dalam ECB; jika rendahnya harga minyak bisa memicu ekonomi Zona Euro, maka QE tidak diperlukan.

Namun, cerita sebenarnya bisa lebih rumit. Jacques Cailloux dari Nomura mengatakan pada New York Times bahwa lemahnya permintaan minyak yang menjadi penyebab harga murah malah menjadi gelagat buruk bagi Euro karena wilayah tersebut bergantung pada perdagangan. Cailloux merujuk pada fakta bahwa negara-negara produsen minyak adalah negara-negara sasaran ekspor Jerman dan negara-negara zona Euro lainnya. Menurunnya harga minyak mendorong negara-negara tersebut ke ambang krisis, sehingga tentunya menjatuhkan permintaan akan barang dari zona Euro, seperti apa yang terjadi di Rusia.

Di Tepi Jurang Deflasi

Sementara itu, laju inflasi di Zona Euro kian mengkhawatirkan. Angka inflasi Jerman bulan Desember 2014 (year-on-year) kemarin dilaporkan turun ke 0.2% dari 0.57% pada November. Angka tersebut merupakan yang terendah sejak bulan Oktober 2009, dan terutama disebabkan oleh tumbangnya harga energi. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa jatuhnya harga minyak dunia malah berpotensi memperburuk kondisi zona Euro dalam jangka pendek.


Inflasi JermanData Inflasi Jerman 2009-2014

Kondisi di wilayah utama Euro lainnya juga tidak lebih baik. Spanyol sudah sejak paruh kedua 2014 mengalami deflasi parah, dengan laju peningkatan harga tahunan Desember 2014 tercatat -1.1%. Sedangkan angka inflasi November 2014 untuk Perancis cuma mencapai 0.3% dan Italia hanya 0.19%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kalaupun penurunan harga minyak ada manfaatnya bagi zona Euro, manfaat itu tidak dirasakan sekarang; justru penurunan harga minyak mendorong zona Euro lebih dekat ke tepi jurang deflasi dan merajalelanya pengangguran.

Drama Tragedi Yunani

Di sisi lain, Euro juga diseret oleh kemelut Yunani yang seakan tiada habisnya. Ketidakpastian politik mengakibatkan akan diselenggarakannya pemilu dadakan di negara para Dewa tersebut pada 25 Januari kelak. Yang jadi masalah disini adalah partai yang paling populer saat ini dan berpotensi menang pemilu, partai Syriza dibawah pimpinan Alexis Tsipras, kemungkinan bakal membuat Yunani mangkir bayar utang dan berpotensi ditendang dari zona Euro.


Alexis TsiprasAlexis Tsipras Dengan Latar Belakang Simbol Partai Syriza

Saat krisis utang melanda Eropa beberapa tahun lalu, Yunani dua kali di-bail out oleh Uni Eropa dan IMF. Bail-out tersebut disertai dengan persyaratan-persyaratan yang dianggap memberatkan oleh rakyat Yunani, termasuk penghematan nasional dan pemangkasan gaji besar-besaran, sehingga menumbuhkan sikap antipati di kalangan masyarakat. Tsipras dalam upaya kampanye populisnya mendeklarasikan bahwa apabila partainya menang, maka pemerintah akan segera berhenti menjalankan kesepakatan bail-out saat itu juga. Rival Tsipras, Perdana Menteri Antonis Samaras dari partai pemerintah New Democracy, mengingatkan bahwa hal itu akan mengakibatkan Yunani mangkir bayar utang (default) dan akhirnya keluar dari Euro.

Perlu dicatat disini bahwa Yunani saat krisis utang dulu telah menjadi negara bangkrut. Bukan hanya memiliki utang luar biasa besar, Yunani juga tidak memiliki dana sama sekali untuk membayar utang-utang tersebut. Jika orang biasa mengalami hal itu, maka ia bisa mendeklarasikan diri bankrut dan asetnya disita pengadilan; tetapi sebagai sebuah negara, Yunani tidak bisa diperlakukan demikian. Oleh karena itu, alternatif diambil untuk merestrukturisasi pembayaran utang Yunani yang lampau, memberikan pinjaman tambahan dengan bunga rendah, serta menetapkan sejumlah aturan untuk membantu Yunani menghimpun dana guna melunasi utang-utangnya sebagai bagian dari persyaratan bail-out.

Apabila Syriza menang dan persyaratan bail-out dulu itu dilanggar, maka yang akan terjadi adalah kekacauan total, baik di Yunani maupun zona Euro. Sebagai sebuah negara, Yunani akan kehilangan kredibilitasnya. Juga, meski Syriza memang mengatakan bahwa mereka akan mempertahankan keanggotaan Yunani dalam Euro, tetapi pasar meragukan apakah Euro akan membiarkan saja ada anggotanya yang mangkir dari perjanjian. Jika diasumsikan Uni Eropa mau negosiasi ulang, maka itu membuka preseden buruk yang bisa ditiru oleh negara-negara periferi Euro berutang besar lainnya dan jelas akan merugikan Jerman.

Dibanding rugi besar, Jerman yang dulu menyediakan sebagian besar dana bail-out dikabarkan siap mengusir Yunani dari Euro. Media terkemuka Jerman, Der Spiegel, akhir pekan lalu mengutip sumber anonim dari kalangan pemerintah bahwa pemerintah Jerman meyakini zona Euro akan mampu bertahan walau Yunani keluar. Kanselir Angela Merkel dan Menteri Keuangan Wolfgang Schaeuble dikatakan menilai zona Euro telah mengimplementasikan cukup reformasi sejak krisis 2012 sedemikian hingga bahaya imbas Grexit akan terbatas. Namun bila Yunani hengkang, itu pun bisa dicontoh oleh negara lain, khususnya Italia dan Perancis dimana makin dianggap sebagai beban.

Skenario manapun yang terjadi, Euro akan terguncang bila Syriza menang pemilu Yunani. Berbagai ketidakpastian mewarnai perdagangan Euro saat ini, dan kian menekan mata uang tunggal 18 negara tersebut. Lebih memperparah situasi adalah kuatnya Dolar AS ditengah antisipasi pasar menjelang rilis notulen rapat FOMC The Fed dan laporan NFP Amerika Serikat. Akibatnya, muncul suara-suara yang mengatakan para analis kurang bearish dalam memprediksi Euro, merujuk pada fakta bahwa Euro dibuka melemah signifikan di pembukaan perdagangan tahun ini walau Quantitative Easing masih belum diumumkan.

217283

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.