EUR/USD 1.066   |   USD/JPY 154.370   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.644   |   Gold 2,378.64/oz   |   Silver 28.39/oz   |   Wall Street 37,775.38   |   Nasdaq 15,683.37   |   IDX 7,166.81   |   Bitcoin 61,276.69   |   Ethereum 2,984.73   |   Litecoin 80.17   |   EUR/USD terlihat akan melanjutkan pemulihan melampaui level 1.0700, 12 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Dolar As menjauh dari level tertinggi multi-bulan menjelang data tingkat menengah, 12 jam lalu, #Forex Fundamental   |   de Guindos, ECB: Penguranan pembatasan moneter adalah hal yang tepat jika kondisi inflasi terpenuhi, 12 jam lalu, #Forex Fundamental   |   EUR/USD melanjutkan pemulihan, target sisi atas pertama terlihat di level 1.0700, 12 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT XL Axiata Tbk (EXCL) mencatat peningkatan trafik penggunaan data sebesar 16% sepanjang masa libur Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2024, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham-saham di Wall Street AS ditutup lebih rendah pada hari Rabu karena harga minyak mentah anjlok dan investor mempertimbangkan komentar The Fed, 17 jam lalu, #Saham AS   |   RUPST emiten batu bara PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) akan dilaksanakan pada 15 Mei 2024, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Perusahaan pemasaran digital Ibotta yang didukung oleh Walmart, kemungkinan akan mengumpulkan dana sebesar $577.3 juta dengan valuasi $2.67 miliar, setelah menetapkan harga penawaran saham perdananya pada hari Rabu, 17 jam lalu, #Saham Indonesia

Menimbang Proyeksi Harga Minyak Tahun 2016

Penulis

Pergerakan harga minyak ke depan sebenarnya masih belum lepas dari dua isu lama: rekam jejak OPEC dan limpahan surplus. Berdasarkan itu, sepanjang sisa tahun 2016, apakah ada harapan harga minyak naik lebih tinggi?

Bagi para investor, nampaknya sukar untuk memperkirakan arah pergerakan harga minyak tahun 2016 ini. Padahal, banyak sekali negara yang hajat hidupnya bergantung pada komoditas tersebut. Pergerakan harga minyak ke depan sebenarnya masih belum lepas dari dua isu lama: rekam jejak OPEC dan limpahan surplus. Berdasarkan itu, sepanjang sisa tahun 2016, apakah ada harapan harga minyak naik lebih tinggi? apakah akan stagnan? atau malah bakal jatuh terpuruk lagi?

ilustrasi

 

Sulit Diperkirakan

Proyeksi harga minyak tahun 2016 yang di awal tahun dilontarkan beberapa bank investasi kawakan seperti Barclays yang banyak diamati pelaku pasar lainnya, kini sudah terbukti meleset. Barclays awalnya menyebut harga akan jatuh hingga $37, tapi di bulan pertama saja sudah sempat merosot hingga $28.

Mayoritas pakar pun sebelumnya mengharapkan harga minyak bakal naik lagi di kuartal 4/2016, dengan ekspektasi bahwa negara-negara produsen yang notabene negara berkembang, tak akan kuat menanggulangi masa murah berkepanjangan. Tetapi faktanya, hingga kini harga minyak masih jatuh bangun. Pasalnya, terjadi berbagai event di luar dugaan sepanjang tahun ini, yang semuanya disruptif bagi minyak, mulai dari force majeure gara-gara kebakaran besar di Kanada, konflik bersenjata di Nigeria, persaingan Saudi dan Iran yang tak jelas ujung pangkalnya, hingga lansekap industri shale Amerika Serikat yang makin mengipasi perebutan pangsa pasar diantara negara-negara produsen.

Fluktuasi harga minyak yang tak menentu turut berkontribusi pada jungkat-jungkit yang dialami mata uang-mata uang komoditas, terutama Dolar Kanada, dan bahkan Rupiah. Penguatan Rupiah hingga ke bawah level 13,000 per Dolar AS belakangan ini, misalnya, oleh sebagian pihak disinyalir sebagai imbas dari kenaikan harga minyak (karena porsi income Indonesia dari migas cukup besar, biarpun Indonesia termasuk net importer minyak).

Dengan dicapainya kesepakatan di Aljazair pada akhir September bahwa OPEC akan memangkas total output dari rekor tinggi saat ini 33.6 juta bph ke kisaran 32.50 juta - 33 juta bph, maka bersemilah harapan kalau harga bakal meningkat pesat di penghujung tahun ini. Sejumlah negara produsen minyak disebut-sebut sudah berada di tepi ngarai resesi atau nyaris kritis, sehingga dukungan bagi pemangkasan produksi tentu akan membesar. Tak tanggung-tanggung, bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin yang biasanya pelit komentar juga ikut angkat bicara menghimbau rekan-rekannya sesama produsen minyak.

Namun, apakah akan semudah itu, OPEC bertindak lalu harga minyak meningkat?

 

Jualan Pepesan Kosong

Di mata para pakar, rencana OPEC dan berbagai komentar yang mendukungnya semata-mata merupakan upaya dari negara-negara produsen minyak terbesar untuk mengatrol harga dengan menerapkan psikologi pasar (jawboning). Persetujuan di Aljazair itu belum disertai dengan berapa porsi penurunan yang ditargetkan masing-masing negara anggota, hanya dikatakan akan didiskusikan lebih lanjut pada pertemuan resmi-nya 30 November mendatang di Wina, Austria.

Sejarah telah menunjukkan bahwa upaya manipulasi semacam itu memang mungkin dilakukan di jangka pendek. Terbukti bahwa kini baik WTI maupun Brent diperdagangkan di atas $50 per barel, tertinggi dalam setahun terakhir. Menengok ke belakang, pada kuartal pertama, OPEC pun berkoar-koar akan membekukan laju produksi, dan kabar tersebut berhasil mendorong harga naik sementara waktu...untuk kemudian terjungkal lagi selepas kuartal kedua berlalu setelah kesepakatan batal tercapai.

Harga Minyak 2016

Sebagaimana dikatakan oleh Mark Waggoner dari Excel Futures pada media Wall Street journal, "Semuanya ingin harga meningkat, tapi tak seorang pun ingin dipangkas (produksi/output minyak-nya). Dengan men-jawboning pasar (ke tingkat harga yang) lebih tinggi, mereka tak benar-benar harus berbuat apapun (untuk menanggulangi masalah surplus melimpah di pasar global)."

 

Produksi Masih Meninggi

Selasa petang (11/10) Lembaga International Energy Agency yang berafiliasi dengan OECD merilis sebuah laporan yang langsung menggerogoti keyakinan pasar kalau harga minyak bisa benar-benar naik lagi ke level tinggi lamanya sebelum anjlok tahun 2014 lalu. Laporan IEA tersebut mengindikasikan limpahan surplus global masih membludak dan bisa berlangsung hingga sepanjang semester pertama tahun 2017.

Di saat yang sama, IEA menurunkan proyeksi permintaan minyak-nya untuk tahun 2016. Ini merupakan kesekian kalinya lembaga yang berpusat di Paris itu menurunkan proyeksi dalam beberapa bulan belakangan. Dalam laporan Agustus, IEA mengharapkan pertumbuhan permintaan 1.4 juta bph, kemudian turun jadi 1.3 juta bph di laporan September, dan kini turun lagi jadi 1.2 juta bph di laporan Oktober. Biang keroknya disinyalir adalah stagnasi ekonomi negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan perlambatan di China.

Biarpun OPEC mengatakan akan mengurangi output total, tetapi kenaikan tetap bisa terjadi karena beberapa negara kemungkinan besar tak masuk dalam kesepakatan itu, yaitu Irak, Libya, Iran, dan Nigeria. Irak, Libya dan Nigeria karena industri minyak-nya tengah bergelut dengan masalah konflik bersenjata, sedangkan Iran karena sedang mengejar pangsa pasar yang dulu dinikmatinya sebelum dikenai sanksi terkait nuklir. Dengan kata lain, penurunan output karena dikuranginya produksi di sebagian negara anggota OPEC, bisa ditutup oleh pertambahan produksi di negara lainnya.

Jumlahnya pun tak bisa dianggap remeh. Di bulan September saja, output Libya bertambah 70,000 bph, Nigeria 20,000 bph, Iran 30,000 bph, Irak 90,000 bph. Total hampir sama persis dengan limit bawah besaran pemangkasan output yang dijanjikan OPEC di Aljazair, yaitu antara 200,000-700,000 bph.

Singkat kata, kesepakatan OPEC boleh jadi hanya pepesan kosong, kecuali kalau mereka menyanggupi penurunan produksi yang jauh lebih besar dan sungguh-sungguh bersedia menghentikan aksi rebutan pangsa pasar. Sebelum hal itu tercapai, cukup beralasan untuk pesimis harga minyak bisa kembali ke level tinggi tahun 2012-2013 dulu antara $80-100 per barel. Sejumlah pakar menilai setinggi-tingginya harga tahun 2016 ini hanya akan sampai di sekitar $50-60 saja. Dan itu pun bukan merupakan level yang merefleksikan kondisi fundamental dimana surplus membludak di tengah minimnya demand saat ini, melainkan hasil jawboning dan euforia trader di pasar berjangka yang sulit untuk dipertahankan dalam jangka panjang.

274299

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.