Seputarforex.com - Pergerakan Dolar AS berada dalam kondisi yang stabil terhadap mata uang-mata uang mayor di hari Jumat (04/Mei) sore ini, meskipun sudah mundur dari lonjakan empat bulannya setelah dilanda aksi profit-taking. Fokus pasar hari ini tertuju pada data ketenagakerjaan AS yang akan dirilis nanti malam.
Saat berita ini ditulis, Dolar AS menurun 0.1 persen terhadap Yen, dengan diperdagangkan dari posisi 109.056, ke posisi 109.045. Terhadap Euro, Dolar AS cukup stabil dengan EUR/USD yang berada pada harga 1.1959, sedikit turun dari angka 1.1981. Sejauh ini, Dolar AS telah menghapus seluruh Loss-nya di sepanjang tahun 2018 dalam beberapa pekan terakhir.
Data Pertumbuhan Gaji Tentukan Kelanjutan Bull Dolar AS
Non Farm Payroll (NFP) AS diperkirakan akan menambah 192,000 lapangan kerja di bulan April. Menurut jajak pendapat ekonom di Reuters, Payroll diprediksi meningkat 103,000 poin pada bulan Maret, yang merupakan kenaikan terkecil dalam enam bulan terakhir.
Tambahan kenaikan bagi Dolar AS masih mungkin terjadi apabila data-data ekonomi yang mendukung pertumbuhan dan inflasi menujukkan performa yang apik. Karena, dengan begitu, The Fed tak memiliki alasan untuk mengendurkan kebijakan moneternya saat ini.
Analis Stephen Innes dari OANDA mengatakan bahwa apabila data AS menunjukkan pertumbuhan gaji yang solid, maka Dolar AS akan menguat, terutama terhadap Euro; EUR/USD akan menguji level 1.19.
Namun, begitu ada penurunan dalam data-data penentu kenaikan suku bunga, maka bukan tak mungkin Bear Dolar akan kembali muncul. "Suatu perlambatan yang terjadi dalam laju pertumbuhan gaji, boleh jadi akan menjadi energi bagi Bear Dolar," kata Christoper Wong, analis forex dari MayBank, Singapura.
Suku Bunga The Fed Masih Jadi Penentu
Ekspektasi akan kenaikan suku bunga The Fed menjadi energi utama bagi penguatan Dolar AS, di samping dukungan dari lonjakan yield obligasi pemerintah AS dalam dua minggu terakhir. The Fed menjadi satu-satunya bank sentral negara mayor yang memiliki peluang paling besar dalam mengetatkan kebijakan moneter, terutama sejak Bank Sentral Eropa (ECB) akhir-akhir ini terancam gagal mengurangi stimulus (tapering), akibat menurunnya performa ekonomi Zona Euro.