Seputarforex.com - Dolar New Zealand masih tampak tertekan. Rilisnya data Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) New Zealand Kamis (21/Jun) pagi tadi, tak banyak berpengaruh pada performa mata uang berjuluk Kiwi tersebut. Lagipula, mata uang-mata uang komoditas termasuk Kiwi, juga masih memantau perkembangan konflik dagang yang ditimbulkan oleh kebijakan impor Amerika Serikat.
GDP Sesuai Ekspektasi Ekonom, Tetapi Lebih Rendah Dari Harapan RBNZ
GDP New Zealand berekspansi sebanyak 0.5 persen di kuartal pertama tahun ini, lebih rendah daripada GDP New Zealand di kuartal terakhir tahun lalu yang berada di level 0.6 persen. Dalam basis tahunan, kenaikan GDP New Zealand adalah 2.7 persen.
Data GDP New Zealand tersebut sesuai dengan ekspektasi para ekonom, tapi sayangnya, terbilang mengecewakan karena di bawah ekspektasi GDP kuartalan Bank Sentral New Zealand (RBNZ) yang mematok level 0.7 persen.
Penyumbang terbesar atas kemelorotan pertumbuhan kuartalan New Zealand adalah sektor konstruksi. Output konstruksi jatuh hingga 1 persen, diikuti dengan melemahnya pertumbuhan dalam sub-sub sektornya.
Kendati demikian, industri jasa yang mengambil porsi sebanyak 66 persen dari keseluruhan GDP New Zealand masih tumbuh, walaupun tak setinggi kuartal sebelumnya. Pertumbuhan industri jasa New Zealand kuartal pertama tahun mencapai 0.6 persen, versus revisi pertumbuhan 1.1 persen di kuartal sebelumnya. "Industri jasa terus menunjukkan pertumbuhan, dipimpin oleh bisnis jasa dan layanan telekomunikasi," kata Gary Dunner, national accounts senior manager di Biro Statistik New Zealand.
Dolar New Zealand Di Level Rendah, Pantau Perkembangan Konflik Dagang
Menyusul laporan tersebut, Dolar New Zealand yang sebelumnya sudah tertekan, masih tak berkutik terutama terhadap Dolar AS. Saat berita ini ditulis, NZD/USD diperdagangkan pada kisaran 0.6837, turun dari sebelumya di angka 0.6854. Menurut analisis dari DailyFX, secara fundamental pergerakan Dolar New Zealand serta mata uang-mata uang komoditas lainnya masih akan bergantung pada perkembangan isu perang dagang AS-China.
Awal pekan ini, Amerika Serikat dan China dikabarkan saling memberlakukan bea impor. Setelah Presiden Donald Trump mengumumkan serangkaian bea impor atas produk China yang akan berlaku sekitar bulan depan, China langsung membalas dengan menerapkan kebijakan bea impor serupa terhadap semua produk yang didatangkan dari AS.