AUD/USD: Penembusan di bawah level 0.6500 bisa sebabkan pelemahan yang lebih dalam, data AS menjadi fokus, 1 hari, #Forex Teknikal   |   Pound Sterling turun di tengah ketidakpastian jelang keputusan kebijakan the Fed, 1 hari, #Forex Fundamental   |   Politburo Tiongkok: Akan menerapkan kebijakan moneter yang hati-hati dan kebijakan fiskal yang proaktif, 1 hari, #Forex Fundamental   |   EUR/GBP membukukan kenaikan moderat di atas level 0.8500 menyusul data penjualan ritel Jerman, 1 hari, #Forex Teknikal   |   PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) tahun ini mengalokasikan belanja modal atau capex sebesar Rp 50 miliar hingga Rp 75 miliar tahun ini, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Mitra Pack Tbk (PTMP) tahun ini akan mengalokasikan anggaran belanja modal atau capex sebesar 10% dari laba bersih yang mereka dapat sepanjang tahun 2023 lalu. , 1 hari, #Saham Indonesia   |   Top gainers LQ45 pagi ini adalah: PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) 9.85%, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) 5.79%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 2.73%, 1 hari, #Saham Indonesia   |   Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat di awal perdagangan hari ini, naik 0.53% ke 7,193, 1 hari, #Saham Indonesia

Retail AS Tumbang, Analis Tak Khawatirkan Outlook Ekonomi

Fatma Adriana 16 Jan 2015
Dibaca Normal 6 Menit
forex > analisa >   #ekonomi
Meredupnya data penjualan retail AS yang anjlok di bawah ekspektasi ternyata tidak menurunkan ekspektasi analis terhadap perekonomian AS yang diperkirakan akan terus maju. Berikut adalah alasan-alasan yang mendukung pendapat para analis dalam menanggapi kemerosotan data retail yang surut sampai ke level negatif.

Baru-baru ini, pasar dikejutkan dengan data penjualan retail AS untuk bulan Desember yang ambles ke level negatif -0.9%. Penurunan ini terjadi saat pertumbuhan ekonomi AS bersinar di tengah kelamnya outlook perekonomian global. Indikator ekonomi yang berpengaruh besar pada tingkat inflasi ini sebelumnya diprediksikan untuk menipis hingga ke level 0.1%. Perolehan pada bulan November telah direvisi turun ke angka 0.4% dari hasil pendahulunya yang mencatat kenaikan sebanyak 0.7%.
Pencapaian dari data retail semakin mengkhawatirkan dengan menyusutnya penjualan retail inti yang juga ikut-ikutan direvisi turun ke level 0.1%. Laporan ini pun akhirnya terdampar di level negatif -1.0%, atau lebih buruk dari ekspektasi tetap di 0.1%.

Tingkat Penjualan Retail ASTingkat penjualan retail AS turun sampai ke level minus setelah penguatan pada bulan sebelumnya diprediksi turun menjadi 0.4%

 Di luar dugaan, meredupnya dinamo pertumbuhan ekonomi global ini ternyata tidak meresahkan banyak pihak. Sebagian besar analis justru masih optimis dengan pertumbuhan AS yang ditaksir masih berjaya pada tahun 2015 ini. Padahal, beberapa investor merasa semakin terbebani dengan anjloknya data retail AS, mengingat turunnya harga minyak dan perlambatan ekonomi di Cina serta Zona Euro masih menghantui outlook perekonomian dunia.

Direktur ekonomi global dari JPMorgan Chase & Co., David Hensley, menyatakan bahwa meskipun pasar saat ini cenderung mengarah pada resesi global, terpuruknya sektor retail AS tidak serta merta menandakan ekonomi Negeri Paman Sam itu akan mengikuti jejak Zona Euro dan Cina. Walaupun ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed menjadi kendur karena perolehan data itu, analis Bloomberg berpikir bahwa masih terlalu dini untuk menyebut jebloknya penjualan retail sebagai salah satu tanda kemunduran ekonomi AS. Berikut ini adalah 4 alasan yang dapat mendukung pernyataan mereka terkait proyeksi perekonomian AS, yang dilihat dari data-data fundamental penting lainnya:

1. Angka belanja konsumen menguat di tingkat tertinggi tahunan. Data penjualan retail boleh jadi tersungkur di level terendah 11 bulan terakhir, tapi laporan belanja konsumen tercatat menguat sampai ke level 0.4% pada kuartal keempat tahun lalu. Pencapaian itu merupakan yang tertinggi dalam 1 tahun terakhir. Ted Wieseman, ekonom di Morgan Stanley, juga menyuarakan optimismenya terhadap data konsumen AS pada kuartal pertama tahun ini.

 

Belanja Konsumen AS

Angka belanja konsumen AS menguat di tingkat yang menjanjikan


2. Sektor tenaga kerja masih bertenaga. Hal ini jelas terlihat dari penambahan lapangan kerja yang dilaporkan mencapai angka 3 juta minggu lalu. Data NFP ini dianggap sebagai penguatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan laporan yang sama dari negara lain.

3. Jatuhnya harga minyak dunia dan komoditas lainnya adalah kabar gembira bagi konsumen. Merosotnya harga minyak dunia diartikan oleh banyak pihak sebagai indikasi yang bagus bagi pertumbuhan global. Bagaimana tidak, harga minyak yang lebih murah telah mendorong turunnya harga bahan bakar, dan membuat angka permintaan meningkat. Ini dibuktikan dengan melonjaknya jumlah produksi minyak mentah AS menjadi 9.19 juta barel per hari minggu lalu. Pencapaian tersebut dilaporkan sebagai yang tertinggi sejak 1983.

4. Upah Pekerja AS Diprediksi Meningkat. Walaupun yield obligasi kian menurun, analis memperkirakan jika kemerosotan tersebut tidak akan menyeret AS ke zona deflasi. Pasalnya, situasi yang umumnya juga dibarengi dengan turunnya harga, upah, dan output itu tidak didukung dengan outlook gaji karyawan yang masih positif. Meski masih tercatat stagnan, banyak pihak memperkirakan jika upah tenaga kerja AS akan mengalami pertumbuhan tahun ini. Mohamed El-Erian, kolumnis Bloomberg View dan penasehat Allianz SE juga menyuarakan hal serupa, dengan menyebutkan jika peningkatan gaji hanya tinggal menunggu waktu.

 

Outlook Ekonomi Global Dipangkas, AS Masih Jadi Pengecualian

Akibat prospek ekonomi dari Zona Euro dan Jepang yang mengecewakan di awal tahun, World Bank memotong ekspektasinya terhadap pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2015 ini. Menurut laporan Prospek Ekonomi Global yang rilis 2 kali dalam setahun, prediksi terhadap pertumbuhan ekonomi kini diturunkan menjadi 3%, atau lebih rendah dari perkiraan 3.4% yang dipublikasikan Juni tahun lalu. Untuk tahun 2016, World Bank juga menurunkan ekspektasi pertumbuhan dari 3.5% menjadi 3.3%.

Kepala Ekonom World Bank, Kaushik Basu, berpendapat bahwa sejak era krisis finansial, ekonomi global tumbuh di tingkat yang lebih lambat dari perkiraan. Secara keseluruhan, AS seperti menjadi satu-satunya pihak yang menjalankan mesin pertumbuhan ini. Prospek ekonomi yang kian membaik di Negara Adikuasa tersebut sayangnya tidak mampu diimbangi oleh Zona Euro dan Jepang, yang masih bergulat dengan inflasi rendahnya. Di samping itu, perlambatan Cina juga menjadi beban dalam perhitungan World Bank untuk mengukur ekspektasinya terhadap pertumbuhan ekonomi dunia saat ini.

 

Jatuhnya Harga Minyak Tak Akan Tunjukkan Pengaruh Dalam Waktu Dekat

Sejalan dengan analis lainnya, World Bank juga menganggap kemerosotan harga minyak sebagai aspek positif dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Prediksi World Bank memperkirakan jika penurunan hingga 60% akan cukup untuk membantu pemulihan ekonomi dan mensejahterakan negara pengimpor minyak.

Akan tetapi, pengaruh positif dari fenomena turunnya harga minyak ini dinilai akan memberikan efek yang lambat. Butuh beberapa tahun sebelum harga minyak yang jatuh secara mengejutkan dapat mendorong pertumbuhan outlook ekonomi global. Sementara ini, efek jangka pendek dari jebloknya harga minyak mentah diperkirakan hanya akan menunjang pertumbuhan ekonomi sebanyak 0.1%.

Di sisi lain, meski ekonomi AS sekarang ini tengah berada di tingkat pertumbuhan yang menjanjikan, belum ada kepastian kapan The Fed akan segera menaikkan suku bunga acuan. Kaushik Basu menambahkan jika turunnya harga minyak dapat menjadi pengaruh tidak langsung bagi ketidakpastian ini. Harga minyak yang kian turun kini menjadi ancaman bagi negara-negara dengan tingkat inflasi rendah, dan sekaligus juga menjadi penyebab dari suramnya kondisi ekonomi dunia saat ini. Faktor tersebut, ditambah dengan upah pekerja yang masih stagnan, berpotensi untuk semakin memberatkan The Fed dalam menaikkan suku bunga AS.

Pertimbangan utama The Fed dalam meningkatkan suku bunga adalah tingkat inflasi. Pencapaian inflasi AS yang tercatat kian menurun menjadi indikasi utama yang menjadi pantauan Bank Sentral AS tersebut sebelum memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga.  Data penjualan retail yang dinilai tersandung oleh menjamurnya diskon harga dan promosi liburan yang dipercepat bisa menjadi indikasi awal bagi perolehan tingkat inflasi selanjutnya. Namun, dengan kuatnya angka kepercayaan dan belanja konsumen, serta data ketenagakerjaan yang masih tarpantau positif, analis masih mempertahankan ekspektasinya terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Hasil penjualan retail juga diprediksikan untuk bisa bangkit dan bersinar di periode berikutnya.

Terkait Lainnya
 

Kirim Komentar Baru