EUR/USD 1.062   |   USD/JPY 154.290   |   GBP/USD 1.244   |   AUD/USD 0.642   |   Gold 2,385.61/oz   |   Silver 28.52/oz   |   Wall Street 37,735.11   |   Nasdaq 15,885.02   |   IDX 7,183.41   |   Bitcoin 70,060.61   |   Ethereum 3,505.25   |   Litecoin 98.69   |   EUR/USD bertahan di atas level psikologis 1.0600 di tengah sentimen bearish, 1 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT Multi Hanna Kreasindo Tbk (MHKI) resmi melantai di BEI hari ini. Saham MHKI turun 10% ke posisi Rp144 per saham, 4 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Emiten gas industri PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk. (SBMA) mencetak peningkatan laba bersih sebesar 5.53% menjadi Rp4.73 miliar, 4 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) mencatat pendapatan sebesar Rp439.3 miliar dengan laba bersih sebesar Rp58.25 miliar, 4 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 kehilangan 1.21% berakhir pada 5,061, sedangkan Nasdaq kehilangan 1.79% menjadi 15,885. Dow Jones Industrial Average turun 0.66% menjadi 37,735, 4 jam lalu, #Saham AS

Review 5 Peristiwa Paling Heboh Di Pasar Forex Tahun 2016

Penulis

Peristiwa paling heboh di tahun 2016 yang berimbas besar bagi pasar forex ini masih menyisakan banyak pertanyaan untuk dihadapi trader tahun depan.

Menjelang akhir tahun seringkali menjadi momen nostalgia, mengenang kembali kejadian-kejadian yang telah berlalu selama setahun, sekaligus masa-masa di mana kita mempersiapkan rencana untuk menghadapi tahun baru. Editorial Seputarforex edisi kali ini akan menengok kembali lima peristiwa paling heboh pada tahun 2016 yang berimbas besar bagi para pemain pasar finansial.

Peristiwa apa saja itu?

Peristiwa Paling Heboh Di Tahun 2016

 

1. Bank Sentral Dunia (Selain FED) Ramai-Ramai Potong Suku Bunga

Pemangkasan suku bunga acuan secara mendadak menjadi tema yang paling sering diangkat Berita Forex Seputarforex sepanjang tahun 2016. Mulai dari RBNZ yang memotong OCR sebanyak 25 basis poin pada 10 Maret 2016 dan beberapa kali lagi setelahnya hingga kini suku bunganya berada di rekor level rendah 1.75%. Di bulan yang sama, ECB pun menggemparkan dengan memangkas suku bunga negatif jadi makin negatif sekaligus memperluas besaran stimulus. Seolah tak mau kalah, Australia juga lakukan dua kali pemotongan sepanjang 2016 sejak Mei. Dan seterusnya. Agaknya, semua sepakat menganggap stimulus moneter sebagai obat paling manjur untuk menggairahkan kembali pertumbuhan ekonomi yang melesu.

Setidaknya hingga pertengahan 2016, tak ada satu bank sentral mayor pun yang menyiratkan bias pengetatan kebijakan moneter, kecuali bank sentral Inggris dan Amerika Serikat. Situasi berubah ketika kubu pendukung Brexit memenangkan Referendum 23 Juni di Inggris.

 

2. Kemenangan "Yes, Brexit" Pada Referendum 23 Juni

Persaingan antara kubu pendukung dan penentang Brexit amat ketat menjelang hari-H referendum 23 Juni, tetapi tak satu pun polling menebak dengan tepat siapa pemenangnya. Sontak, kemenangan pendukung Brexit mengirim Poundsterling anjlok ke level terendahnya dalam 30 tahun. Bukan hanya berimbas pada Pounds dan pasar finansial Inggris, bahkan SNB pun terpaksa melakukan intervensi terhadap Franc Swiss menyusul peristiwa super mengejutkan tersebut.

Namun, ekonomi Inggris ternyata tak langsung terpuruk setelah hasil referendum terungkap. Meski berbagai pihak, termasuk bank sentralnya sendiri, mengkhawatirkan dampak Brexit, tetapi ekonomi Inggris belum menunjukkan kemerosotan signifikan.

Meski demikian, hingga kini kemelut seputar rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa masih dipenuhi ketidakpastian. Theresa May yang baru menduduki kursi Perdana Menteri setelah David Cameron kalah dalam referendum, menjanjikan untuk memulai proses pemisahan Inggris dari Uni Eropa pada akhir Maret dengan memicu Article 50 dari Lisbon Treaty. Namun, itu baru rencana. Masih banyak tentangan, mulai dari Skotlandia yang mengancam akan minta cerai lagi dan belum jelasnya sikap para pejabat Uni Eropa.

Peristiwa paling heboh di tahun 2016 ini pun menyisakan pertanyaan penting: Apakah Inggris benar-benar akan keluar dari Uni Eropa?

 

3. Terpilihnya Donald Trump Sebagai Presiden AS Ke-45

Walaupun Brexit mengejutkan, tetapi terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS ke-45 lebih menggemparkan lagi. Pasalnya, semua proyeksi sebelumnya meramalkan saingannya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, yang bakal unggul. Siapa nyana kalau meski Clinton memenangkan Popular Vote (suara mayoritas pemilih langsung), tetapi dipecundangi oleh Electoral College (perwakilan pemilih). Karena sistem pemilu AS yang mengutamakan Electoral College ketimbang Popular Vote, maka keunggulan Clinton versus Trump hingga lebih dari 2 juta suara pun jadi sia-sia. Hari ini (20/12), Donald Trump secara resmi dinyatakan sebagai presiden AS ke-45 via Electoral College.

Makin menggemparkan lagi adalah betapa berbagai analisa sebelumnya yang meramalkan kejatuhan Dolar jika Trump menang, ternyata tak terwujud. Meski sempat maju-mundur di Hari-H, tetapi Dolar justru melejit setelah Trump terpilih dengan ekspektasi ia bakal menggelontorkan stimulus fiskal. Proyeksi sengketa dagang internasional yang kemungkinan bakal disulutnya versus China bukannya menjatuhkan Dolar, tetapi justru memelorotkan kekuatan mata uang-mata uang selain Dolar, termasuk Yuan.

Kini, seluruh dunia mengamati, apakah AS di bawah pimpinan Trump benar-benar bakal mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sesuai janji kampanyenya, ataukah malah menyemai benih Perang Dunia III.

 

4. Kesepakatan Pemangkasan Produksi Minyak

Kondisi harga minyak murah akibat surplus suplai selama sekitar dua tahun terakhir ini boleh jadi disambut baik oleh para pengguna BBM di Indonesia. Namun, negara-negara produsen minyak dan pekerja di sektor energi menanggung derita. Venezuela bahkan tercebur ke jurang krisis finansial karenanya.

Dalam konteks tersebut, deklarasi kesepakatan pemangkasan produksi minyak oleh negara-negara OPEC pada tanggal 30 November, merupakan angin segar yang dinanti-nantikan. Apalagi, beberapa negara produsen minyak non-OPEC pun ikut serta mengikrarkan tekad untuk turut menanggulangi masalah limpahan surplus minyak dunia. Sejak rangkaian peristiwa bersejarah itu, harga acuan minyak Brent dan WTI mapan di atas level $50, dan diproyeksikan bakal melaju ke $60 di tahun 2017.

Apabila terwujud, maka ini bukan hanya kabar baik bagi pasar komoditas, melainkan juga pasar forex. Kenapa? harga komoditas merupakan salah satu komponen utama dalam inflasi. Apabila harga komoditas energi meningkat, maka dapat diprediksikan kalau itu bakal menggenjot inflasi global, dalam situasi mana kenaikan suku bunga lebih dimungkinkan terjadi ketimbang pemotongan.

 

5. Kenaikan Suku Bunga FED

Pada bulan Desember 2015, Federal Reserve menggoncang pasar finansial dunia dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dan meramalkan akan ada sedikitnya empat kali kenaikan suku bunga di tahun 2016. Namun, FED me-review ulang kondisi ekonomi, dan pada akhirnya hanya merealisasikan satu kali kenaikan saja di bulan Desember 2016 ini.

Entah kebetulan atau bukan, FED lagi-lagi menggoyang pasar dengan memberikan proyeksi kenaikan susulan sebanyak tiga kali di tahun 2017 dan 2018. Apakah hal itu akan terealisasikan atau tidak? Mungkinkah FED bakal mangkir lagi dan baru menaikkan suku bunga sebanyak satu kali di bulan Desember 2017? Mari kita nantikan tahun depan...

276740

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.