Dalam pidatonya kemarin (12/11), Narayana Kocherlakota, Presiden The Fed untuk wilayah Minneapolis menyatakan kekhawatirannya atas ekspektasi menurunnya inflasi karena dapat membenamkan kembali inflasi AS yang pada dasarnya sudah rendah. Kocherlakota menganggap bahwa hal itu akan kian menyulitkan The Fed untuk menyehatkan kembali perekonomian AS.
"Kalian semua masih menjumpai adanya kekurangan, kekurangan material menurut saya, dalam ekspektasi masa depan inflasi." ungkap Kocherlakota di hadapan kelompok bisnis di Eau Claire, Wisconsin.
Satu-Satunya Yang Tolak QE Diakhiri
Dengan inflasi yang memang telah terlalu rendah inilah Kocherlakota berpendapat bahwa The Fed seharusnya lebih memilih untuk memperpanjang program pembelian stimulus ketimbang mengakhirinya bulan lalu. Dan dengan pendapatnya itu, Kocherlakota menjadi satu-satunya pemberi suara yang menolak pengakhiran program QE.
Mengenai suku bunga, lagi-lagi Kocherlakota memiliki pandangan berbeda dengan suara mayoritas Dewan Kebijakan The Fed. Ketika suara terbanyak yakin suku bunga The Fed dapat naik pada pertengahan tahun 2015 mendatang, Pimpinan The Fed Minneapolis ini justru ingin agar kenaikan suku bunga ditunda selambat mungkin.
Inflasi yang terlalu rendah adalah faktor yang paling penting dalam pertimbangan Kocherlakota. Dengan kondisi The Fed yang sudah memutuskan untuk mengakhiri QE, menurutnya target inflasi 2 persen baru akan bisa dicapai sekitar tahun 2018 begitupun dengan kenaikan suku bunga.
Respon Dolar AS
Menyusul pidato Kocherlakota ini, malam tadi Dolar AS diperdagangkan mendominasi mata uang-mata uang mayor lainnya meskipun tak ada rilis data ekonomi dari AS. EUR/USD merosot 0.63% ke posisi 1.2429. Laporan mengenai lemahnya produks industri Eropalah yang menjadi suplemen bagi Greenback untuk mengungguli Euro.