EUR/USD 1.071   |   USD/JPY 156.020   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.652   |   Gold 2,324.02/oz   |   Silver 26.87/oz   |   Wall Street 37,903.29   |   Nasdaq 15,605.48   |   IDX 7,143.13   |   Bitcoin 58,254.01   |   Ethereum 2,969.78   |   Litecoin 80.10   |   PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) optimistis bakal membukukan marketing sales Rp9.5 triliun sepanjang tahun ini, 58 menit lalu, #Saham Indonesia   |   Starbucks (NASDAQ:SBUX) anjlok 15.9% setelah jaringan kopi ini memangkas proyeksi penjualannya karena membukukan penurunan pertama dalam penjualan dalam hampir tiga tahun terakhir, 58 menit lalu, #Saham AS   |   Saham Amazon.com (NASDAQ: AMZN) naik 2.2% karena hasil kuartalan yang lebih baik dari perkiraan, 59 menit lalu, #Saham AS   |   Pendapatan trivago di Q1 2024 menunjukkan penurunan sebesar 9% YoY, 1 jam lalu, #Saham AS

Iran Sebut "Menggelikan", Pembekuan Produksi Minyak Dikhawatirkan Gagal

Penulis

Harga minyak merosot terus di awal perdagangan hari Rabu, setelah data menunjukkan adanya pertambahan inventori minyak mentah AS, sementara terjadi kekisruhan di kalangan negara-negara anggota OPEC terkait upaya pembekuan produksi minyak.

Harga minyak merosot terus di awal perdagangan hari Rabu, setelah data menunjukkan adanya pertambahan inventori minyak mentah AS, sementara terjadi kekisruhan di kalangan negara-negara anggota OPEC terkait upaya pembekuan produksi minyak.

ilustrasi

Harga acuan minyak berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI)diperdagangkan pada $31.15 per barel saat berita ini diangkat (24/1), sedangkan Brent diperjualbelikan pada harga $32.80, memperpanjang penurunan harga yang telah berlangsung sejak kemarin.

Kejatuhan harga minyak tersebut ditengarai disebabkan oleh kurangnya kerjasama diantara negara-negara anggota OPEC terkait dengan pembekuan produksi guna menanggulangi masalah oversupply yang telah menyeret harga minyak jatuh sebesar 70 persen sejak pertengahan 2014. Padahal, inventori minyak AS diproyeksikan masih terus meningkat.

 

Kisruh OPEC

Diketahui bahwa Rusia, Arab Saudi, Qatar dan Venezuela, pekan lalu telah sepakat akan membekukan produksi minyak mereka pada level bulan Januari. Namun demikian, jika produsen-produsen lain menolak melakukan hal yang sama, maka kesepakatan tersebut kemungkinan tidak akan terlaksana. Percekcokan antar negara yang kini terekspos ke media membuat prospek pembekuan produksi jadi makin tak bisa diharapkan.

Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali Al-Naimi, pada hari Selasa mengatakan bahwa koordinasi pemangkasan produksi oleh eksportir minyak OPEC dan Non-OPEC tidak akan terjadi, karena banyak negara tidak mau melakukannya. Ia juga mengatakan bahwa upaya pembekuan output pada level bulan Januari, yang mana berada dekat rekor tertinggi, akan membutuhkan "semua produsen mayor untuk setuju tidak akan menambah produksi".

Di sisi lain, Iran telah menegaskan bahwa mereka tidak tertarik untuk mengekang produksinya, sehubungan dengan negaranya yang baru saja bisa mengekspor lagi setelah pencabutan sanksi internasional pada bulan Januari. Iran bahkan menyebut kesepakatan Saudi dan Rusia sebagai "menggelikan".

Kantor berita Iran, ISNA, mengabarkan Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh, mengatakan, "Beberapa dari tetangga kita telah meningkatkan produksi mereka ke 10 juta barel per hari dalam beberapa tahun terakhir dan mengekspor sejumlah itu, dan kini mereka berani mengatakan bahwa kita semua harus membekukan produksi (minyak) kita bersama-sama. Jadi mereka akan membekukan produksi mereka pada 10 juta barel dan kita harus membekukan (produksi) kita pada 1 juta barel - ini adalah anjuran yang menggelikan."

Saat ini, produksi minyak mentah dunia melebihi konsumsi hingga 1-2 juta barel per hari, sehingga fasilitas penyimpanan minyak di seluruh dunia dipenuhi oleh minyak yang tak diserap pasar. Kurangnya kerjasama antar negara dalam organisasi kartel minyak dunia tersebut diperkirakan analis akan membuat suplai yang bersumber dari OPEC tetap tinggi.

 

Inventori AS

American Petroleum Institute (API) menyebutkan bahwa inventori minyak mentah meningkat 7.1 juta barel dalam sepekan yang berakhir tanggal 19 Februari, sehingga mencapai total 506.2 juta barel. Ini melebihi perkiraan dimana peningkatan inventori awalnya diduga hanya sebesar 3.4 juta barel saja.

Saat ini, pasar tengah menantikan data inventori resmi Amerika Serikat yang akan dilaporkan oleh Energy Information Administration (EIA) nanti malam.

260699
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.