Dolar New Zealand berada di bawah tekanan hingga akhir sesi perdagangan Asia Senin (04/04) siang ini akibat aksi sell-off minyak di sesi perdagangan sebelumnya menyusul penolakan Saudi Arabia akan komitmen untuk membatasi produksi minyaknya jika Iran tak mau mengikuti langkah serupa. Pernyataan tersebut diutarakan oleh Deputi Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg.
Harga minyak jeblok lagi hari ini setelah turun tajam juga akhir pekan lalu karena para analis menilai lemahnya permintaan dan kurangnya tindakan dari negara-negara produsen minyak menyebabkan harga emas hitam tersebut terpuruk. Di hari Jumat pekan lalu, minyak mentah AS untuk pengiriman Mei anjlok nyaris dua dolar ke $36.79 per barel di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Sementara harga acuan global Brent ambrol sekitar 4 persen ke $38.67 per barel di Intercontinental Exchange (ICE). Keduanya merosot sekitar 6 persen dalam sepekan, mencatat performa pekanan terburuk dalam masa lebih dari satu bulan.
NZD/USD diperdagangkan di harga 0.6864 dan merosot 0.32 persen ke angka 0.6876 siang hari ini. Selain itu, pair Kiwi tersebut mengikuti jejak tetangganya yang juga termasuk dalam kelompok Dolar Komoditas, Dolar Australia, yang juga terseret turun namun lebih karena data-data domestik Australia sendiri.
Angus Nicholson, analis IG, menuliskan sebuah analisa yang dikutip oleh WBPonline, bahwa ada kemungkinan bagi harga minyak untuk terus menukik ke bawah harga $35, namun masih belum tampak celah untuk terus menurun dari harga tersebut. Penurunan ini merupakan pergerakan yang penting, lanjut Nicholson, karena jika harga minyak kembali memantul naik setelah menyentuh posisi 30-35 Dolar (yang merupakan posisi kunci harga minyak sejak Februari), maka kenaikan itulah jalan naik satu-satunya bagi harga minyak jika tak ingin kembali merosot menuju harga $26 per barelnya