Menu

17-18 Oktober 2022: GDP China, Inflasi New Zealand, Notulen RBA

Martin

Data berdampak hari ini adalah indeks Empire State Manufacturing AS. Besok ada GDP China, CPI Selandia Baru, dan notulen meeting RBA.

Senin, 17 Oktober 2022

Indikator ini disebut juga dengan New York Manufacturing Index dan dirilis oleh Federal Reserve Bank of New York. Indeks yang dirilis mengukur kondisi dan ekspektasi bisnis di kawasan industri New York dan sekitarnya. Data dibuat berdasarkan survei terhadap 200 pelaku industri di kawasan New York mengenai kondisi bisnis saat ini dan harapan untuk waktu yang akan datang.

Angka indeks positif (lebih besar dari nol) mencerminkan kondisi bisnis semakin baik, sedangkan angka negatif mencerminkan kondisi yang menurun.

Meski kawasan industri New York relatif kecil, namun indeks ini dirilis lebih awal dari indeks Philly Fed Manufacturing dan ISM Manufacturing sehingga bisa mencerminkan keadaan awal sektor manufaktur di AS. Pada gilirannya, hal ini bisa mempengaruhi tenaga kerja, pengeluaran konsumen, dan investasi.

Bulan September lalu, indeks Empire State Manufacturing melonjak menjadi -1.5, jauh lebih tinggi dari perkiraan -12.7, dan lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang -31.3. Indeks new orders, shipments, dan tenaga kerja mengalami kenaikan.

Untuk bulan Oktober 2022, diperkirakan indeks akan turun menjadi -4.3. Hasil rilis yang lebih tinggi dari perkiraan akan cenderung menyebabkan USD menguat.

 

Selasa, 18 Oktober 2022

Sama dengan Australia, Biro Statistik Selandia Baru hanya merilis data CPI tiap kuartal dalam format quarter per quarter (q/q) dan quarter per year (q/y) atau inflasi tahunan. Data CPI yang mengukur tingkat inflasi ini selalu diperhatikan oleh RBNZ sebagai pertimbangan dalam menentukan suku bunga.

Kuartal kedua lalu, CPI total q/q naik 1.7%, lebih tinggi dari perkiraan naik 1.5%, tetapi lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang naik 1.8%. Sementara untuk basis tahunan (q/y), CPI total naik 7.3%, lebih tinggi dari perkiraan +7.1%, dan menjadi yang tertinggi sejak kuartal kedua 1990. Naiknya inflasi tahunan disebabkan oleh meningkatnya harga perumahan, biaya transportasi, rekreasi, serta harga minuman beralkohol dan tembakau.

Untuk kuartal ketiga tahun 2022, diperkirakan CPI total q/q akan turun menjadi +1.5%, dan q/y akan akan turun menjadi +6.6%. Hasil rilis yang lebih tinggi dari perkiraan akan cenderung menyebabkan NZD menguat.


Notulen meeting ini dirilis 11 kali setiap tahun, sekitar 2 minggu setelah pengumuman suku bunga oleh RBA. Pertama kali dirilis pada Desember 2007, rilis notulen penting diperhatikan karena menyangkut pandangan bank sentral terhadap kondisi perekonomian Australia pada saat menentukan tingkat suku bunga. Jika hasil meeting secara keseluruhan dianggap hawkish, maka AUD akan cenderung menguat. Namun jika isi notulen dovish, AUD cenderung melemah.

Pada meeting terakhir tanggal 4 Oktober lalu, RBA kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 0.25% menjadi +2.60%, lebih rendah dari perkiraan naik 0.50%. Level suku bunga ini adalah yang tertinggi sejak Juli 2013. Secara umum, RBA telah melakukan rate hike 6 kali secara berturut-turut guna mengatasi lonjakan inflasi.

Para pejabat bank sentral mengatakan bahwa inflasi di Australia terlalu tinggi, seperti yang terjadi di sebagian besar negara, dan kenaikan inflasi lebih lanjut diperkirakan masih terjadi selama beberapa bulan ke depan. CPI untuk tahun 2022 diperkirakan sekitar 7.75%, di atas 4.00 % pada tahun 2023, dan sekitar 3.00% pada tahun 2024. Pejabat bank sentral juga menegaskan kembali bahwa mereka berharap untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut, tetapi besaran dan waktunya akan ditentukan oleh data ekonomi yang masuk.

Para anggota dewan menegaskan kembali bahwa mereka berkomitmen melakukan apa yang diperlukan untuk memastikan inflasi kembali ke target, sambil memperhatikan pertumbuhan ekonomi global, pengeluaran konsumen, serta upah. Notulen meeting tanggal 4 Oktober 2022 bisa dibaca di sini.

 

GDP menyatakan nilai total barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam periode waktu tertentu dan dianggap sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi yang biasanya diumumkan per kuartal. Di China, data ini dirilis oleh biro statistik nasional.

Rilis data berupa persentase perubahan dibandingkan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya (quarter per year atau q/y), dan perubahan per kuartal (quarter per quarter atau q/q). Data pertumbuhan China akan berdampak pada pasar karena pengaruh China pada perekonomian global yang cukup signifikan.

Sejak pertengahan 2013 hingga kuartal ketiga 2016, pertumbuhan ekonomi China (q/y) terus menurun akibat perlambatan investasi di sektor manufaktur dan properti. Sempat rebound pada kuartal keempat 2016, perekonomian kembali mengalami penurunan sejak tahun 2018.

Dengan adanya pandemi COVID-19, GDP China mengalami kontraksi hingga 6.8% pada kuartal pertama 2020. Untuk saat ini, ekonomi telah berhasil rebound seiring dibukanya kembali aktivitas ekonomi. Kuartal kedua 2022 lalu, GDP tumbuh 0.4% y/y, jauh lebih rendah dari perkiraan +1.2%, dan merupakan yang terendah sejak kuartal pertama 2020. Sementara untuk basis per kuartal (q/q), GDP mengalami kontraksi 2.6% (atau -2.6%), terendah sejak kuartal pertama 2020. Kontraksi tersebut disebabkan oleh kebijakan lockdown di beberapa kota besar termasuk Shanghai akibat merebaknya COVID-19.

Untuk kuartal ketiga tahun 2022, diperkirakan GDP China q/y akan tumbuh 3.4%, sementara data q/q diprediksi tumbuh 3.5%. Hasil rilis yang lebih tinggi dari perkiraan akan cenderung berdampak positif pada semua mata uang utama dunia.

 

Keterangan : Update kabar terakhir terkait indikator fundamental bisa diperoleh di Berita Forex Seputarforex.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE