Menu

Aussie Dan Kiwi Diperkirakan Masih Akan Melemah

Martin

Bagi Australia dan Selandia Baru nilai tukar mata uang yang lemah akan membantu pertumbuhan ekspor. Dengan turunnya indeks harga komoditi, lambatnya perekonomian China dan tekanan inflasi menyebabkan RBA dan RBNZ berusaha terus memperlemah nilai tukar mata uangnya.

Menyimak pendapat para analis lebih sebulan lalu, AUD dan NZD diprediksi akan terus menguat dalam tahun ini terutama versus USD karena sentimen beli akibat perbedaan tingkat suku bunga antara Reserve Bank of Australia (RBA) dan Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) terhadap suku bunga The Fed. Demikian pula trader cenderung masuk ke posisi beli AUD/USD dan NZD/USD dengan asumsi fundamental ekonomi kedua negara pengekspor hasil komoditi tersebut akan stabil, dan dengan suku bunga yang relatif tinggi (2.5% dan 3.5%) dibandingkan suku bunga The Fed (0.125%), trader juga akan memperoleh profit dari perbedaan swap harian sebagai akibat dari selisih suku bunga (carry trade).

Sejak Pebuari lalu NZD terus menguat oleh sentimen kenaikan suku bunga baik terhadap USD maupun JPY. Pada bulan Maret hingga Juli 2014 RBNZ telah menaikkan suku bunganya dari 2.5% hingga 3.5% dan membuat NZD/USD rally hingga level 0.8800. Namun pernyataan verbal gubernur RBNZ Graeme Wheeler yang akan menghentikan kenaikan suku bunga setelah kenaikan 24 Juli lalu membuat NZD/USD melemah tajam. Hal ini sesuai dengan prediksi ekonom menyusul merosotnya harga komoditi susu dan kayu olahan yang cenderung menekan perekonomian Selandia Baru. Sementara itu AUD juga melemah akibat isyarat gubernur RBA Glenn Stevens yang tidak akan menaikkan suku bunga dan tetap mempertahankan tingkat suku bunga pada 2.5% menyusul turunnya harga komoditi tambang yang akan mempengaruhi iklim investasi di Australia.

Bagi Australia dan Selandia Baru nilai tukar mata uang yang lemah akan membantu pertumbuhan sektor manufaktur dan industri dalam negeri yang sangat bergantung pada hasil ekspor. Australia adalah eksportir utama biji besi dan emas disamping batu bara dan produk pertanian, dan Selandia Baru sangat tergantung pada hasil ekspor produk olahan susu, daging, wool dan kayu. China adalah importir terbesar produk-produk kedua negara tersebut, dan pertumbuhan ekonomi China yang menurun akhir-akhir ini telah menyebabkan permintaan produk ekspor berkurang. Untuk menjamin agar produk-produk ekspor tetap kompetitif, nilai tukar mata uang harus dijaga agar tidak terlalu kuat.

Tingkat inflasi adalah aspek penting lainnya yang harus diperhatikan. Inflasi Australia kwartal kedua tahun ini adalah 3% sementara Selandia Baru 1.6%. Target inflasi RBA adalah antara 2% hingga 3% dan RBNZ antara 1% hingga 3%. Inflasi yang cenderung naik akan menyebabkan kedua bank sentral tersebut merencanakan kembali kenaikan suku bunganya, sementara untuk mengendalikan nilai tukar mata uang agar melemah kedua gubernur bank sentral tersebut menggunakan pernyataan verbal seperti yang terjadi baru-baru ini.

Dengan turunnya indeks harga komoditi, berkurangnya volume ekspor akibat lambatnya perekonomian China serta tekanan inflasi menyebabkan RBA dan RBNZ berusaha terus memperlemah nilai tukar mata uangnya.

Sumber : www.forexcrunch.com Are the AUD and NZD currencies on path for more devaluation?






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE