Menu

Indeks Dolar: Grafik Daily Masih Sideways

Buge Satrio

Di sepanjang pekan, Indeks Dolar ditutup dengan penguatan 1.27 persen. Namun secara umum, harga masih belum keluar dari area konsolidasi.

Berakhir dengan penguatan hanya 0.10 persen ke posisi 100.36 pada perdagangan Jumat (15/Mei), Indeks Dolar (DXY) yang mewakili kinerja US Dollar terhadap enam mata uang utama lainnya (EUR, JPY, GBP, CAD, SEK, CHF) bertendensi bullish. Namun, DXY pada dasarnya masih bergerak sideways selama belum ada breakout yang signifikan di atas 101.03 atau di bawah level 98.82. Sementara itu, Wall Street berakhir menghijau pada penutupan Jumat meskipun penguatannya moderat saja, sehingga emas sedikit terkoreksi setelah naik ke kisaran 1750.00.

Pergerakan DXY bisa dibilang hampir mirip seperti satu pekan sebelumnya. Diawali dengan sebuah candle bullish yang range-nya lumayan tebal (menguat 1.14 persen) pada Senin (11/Mei), tapi kemudian cenderung enggan untuk berakselerasi lebih tinggi hingga menjelang penutupan akhir pekan. Padahal, pasar tengah khawatir terhadap kemungkinan perang dagang yang baru antara AS-China, dan gelombang kedua wabah virus corona (Covid-19). Pada kondisi risk aversion seperti ini, umumnya memang wajar apabila XAU/USD menjadi aset safe-haven yang lebih diburu investor ketimbang USD, sehingga mampu naik menyentuh $1750.00.

Pada grafik Daily di bawah ini, dengan pengukuran Fibo Retracement (FR) pada wave yang lebih panjang (High 20 Maret - Low 9 Maret), situasi DXY terlihat masih cenderung sideways atau berkonsolidasi sejak akhir Maret. Namun dengan tendensi bullish untuk mengancam breakout level 101.02 (23.6 persen FR). Penembusan di atas level ini dibutuhkan untuk memicu momentum bullish menuju 102.99 (High 20 Maret).

Lebih jauh lagi, apabila menyimak rangkuman osilator dan rerata pergerakan pada grafik Daily, maka kecenderungan bullish hingga akhir pekan memang masih tetap valid. Yang barangkali layak untuk diwaspadai adalah berkumpulnya sinyal osilator di area netral.

Jangan lupa bahwa data fundamental AS juga tidak begitu baik. GDP kuartal pertama malah lebih buruk ketimbang Zona Euro. Banyak analis Barat mengatakan, ekonomi AS saat ini justru lebih rentan jika dibandingkan Uni Eropa. Namun, USD diuntungkan oleh perannya sebagai mata uang safe-haven, dan faktor di luar data ekonomi yakni ancaman wabah corona gelombang kedua dan retorika Donald Trump. Presiden AS tersebut akhir-akhir ini rajin "menyerang" China demi mendongkrak popularitas menjelang pilpres AS.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE