Menu

Indeks Dolar Menguat, Bias Daily Masih Negatif

Buge Satrio

Meski menguat di akhir pekan, bias time frame Daily sementara ini masih negatif, menempatkan level 97.82 sebagai fokus untuk mengantisipasi rilis data PMI pada pekan berikutnya.

Indeks Dolar (DXY) berakhir menguat 0.22 persen ke level 97.66 pada penutupan perdagangan Jumat (19/6), yang menjadi penguatan selama empat hari berturut-turut. Di sepanjang pekan, DXY yang mewakili kinerja Dolar AS terhadap enam mata uang utama lainnya (EUR, JPY, GBP, CAD, SEK, CHF) berhasil mencatat kenaikan 0.59 persen. Satu pekan sebelumnya, Indeks membukukan rebound dengan penguatan 0.14 persen.

Terlepas dari penguatan tersebut, bias jangka pendek masih negatif selama DXY bergerak di bawah DMA-30 (Daily Moving Average periode 30, sekarang di 98.29). Sehingga, rebound DXY masih dipandang sebagai pergerakan koreksi dari penurunan akhir Mei di bawah 98.81 (level 50 persen Fibo Retracement), yang membawa harga menyentuh 96.42 (78.6 persen FR). Selain itu, indikator RSI juga masih berada di bawah level keseimbangannya. Level 61.8 persen FR (97.82) menjadi fokus untuk menghadapi rilis serangkaian data PMI (Zona Euro, Inggris dan AS) pekan berikutnya.

 

Indeks Dolar Ditopang COVID-19 Gelombang Kedua

Di luar data ekonomi, ancaman gelombang kedua COVID-19 dan tensi geopolitik di Asia (antara India-China dan Korea Utara-Korea Selatan) barangkali masih akan menempatkan USD di posisi yang menguntungkan.

Walaupun begitu, patut diperhatikan bahwa The Fed telah memutuskan untuk membeli obligasi korporasi secara terpisah melalui program Secondary Market Corporate Credit Facility. Selain itu, Bank of Japan akan meningkatkan besaran pinjaman kepada perusahaan-perusahaan. Langkah dari dua bank sentral ini diperkirakan dapat meredam kekhawatiran investor terhadap ancaman gelombang kedua virus Corona, serta memburuknya hubungan diplomatik China-India dan Korut-Korsel.

Terkait virus Corona, sejumlah analis Barat menuturkan bahwa Uni Eropa telah belajar dari pengalaman buruk Spanyol dan Italia. Sehingga, mereka sudah mempersiapkan prosedur kesehatan yang lebih baik untuk menghadapi potensi penyebaran gelombang kedua. China, Korea Selatan, dan Jepang pun tak jauh berbeda.

Optimisme ini menyebabkan investor mengalihkan modalnya dari AS, yang dipandang tidak siap karena disibukkan dengan berbagai demonstrasi anti rasisme berskala besar pasca tewasnya George Floyd. Aksi demo tersebut merontokkan popularitas Trump jelang pilpres AS. Sehingga, kenaikan DXY diperkirakan terbatas dengan risiko downside jangka panjang yang lebih besar ketimbang upside.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE