Menu

Waspadai Isu Akuisisi IPTV Terhadap LINK

Shanti Putri

IPTV berusaha mengakuisisi saham LINK milik KBLV dan Asia Link Dewa. Akankah isu ini memang benar, atau hanya bahan bakar untuk menggoreng saham?

Salah satu perusahaan penyedia layanan televisi berbayar berbasis internet adalah PT MNC Vision Networks Tbk. (IPTV). Perusaaan ini merupakan bagian dari MNC Grup milik Hary Tanoesodibjo. Sejak Desember lalu, publik menyaksikan adanya volatilitas pergerakan di saham PT MNC Vision Networks Tbk. (IPTV), PT Link Net Tbk. (LINK), dan PT First Media Tbk (KBLV). Pasalnya, perusahaan Harry Tanoesoedibjo tersebut dikabarkan akan mengakuisisi saham LINK yang dimiliki oleh KBLV dan Asia Link Dewa. Namun, benarkah demikian?

 

Tahap-Tahap Akuisisi LINK Oleh IPTV

Diketahui, Asia Link Dewa Pte Ltd memiliki saham LINK sebesar 35.72% (1.02 miliar saham) dan KBLV memiliki saham LINK sebesar 28.04% (789.97 juta saham). Jika IPTV mengakuisisi saham LINK yang dimiliki KBLV dan Asia Link Dewa, maka jumlah saham LINK yang akan diambil alih IPTV mencapai 63.75%, atau setara 1.82 miliar lembar saham LINK. Dengan kata lain, IPTV akan menjadi penguasa saham mayoritas. Sisanya, saham LINK dimiliki oleh UBS AG LDN dengan total kepemilikan 6.5% (185.34 juta saham), sementara 29.74% sisanya (847.57 juta saham) dipegang publik.

"Apabila akuisisi berhasil terlaksana, saham LINK yang bergerak di bidang internet protocol television ini berpotensi menciptakan sinergi dalam hal konten, jaringan, hingga bandwidth. Nantinya, akuisisi ini dapat memberikan pertumbuhan pendapatan dan meningkatkan margin laba karena penghematan biaya yang akan timbul," tutur Ade Tjendra, Direktur Utama PT MNC Vision Networks Tbk.

Pada Senin (13/Januari) pekan lalu, IPTV menyatakan bahwa MNC Vision telah melakukan tahap pertama akuisisi saham mayoritas PT First Media Tbk dan Asia Link Dewa dari Lippo Group, yaitu dengan penandatanganan term sheet. Menurut keterangan tertulis dari Link Net, perjanjian kerjasama term sheet tersebut merupakan langkah awal sebelum berlanjut ke tahap selanjutnya. Disebutkan pula bahwa term sheet yang ditandatangi belum merupakan suatu perjanjian definitif dan tidak mengikat.

Setelah tanda tangan term sheet, maka langkah selanjutnya adalah pengujian due diligence (uji tuntas), dimana hasilnya harus disepakati keabsahannya oleh para pihak. Kemudian ada pemenuhan kondisi dan prasyarat, di antaranya pemenuhan ketentuan pasar modal dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, persetujuan pemerintah atau regulator, penandatanganan perjanjian definitif, dan berakhir dengan pembiayaan oleh IPTV.

Perlu diingat bahwa proses akuisisi ini belum final. Ada beberapa tahap yang perlu dilalui selama enam bulan ke depan. Menerut Ade Tjandra, transaksi tersebut hanya dapat diselesaikan setelah semua persyaratan terpenuhi dan perjanjian definitif telah ditandatangani. Dengan demikian, transaksi akuisisi masih belum pasti terlaksana, mengingat syarat-syarat yang diajukan belum terpenuhi.

Meski IPTV telah menandatangani term sheet, tetapi perlu diwaspadai bahwa proses akuisisi ini bisa gagal di tengah jalan. Bukan tidak mungkin bahwa berita akuisisi ini hanya sekedar "bahan bakar untuk menggoreng saham" dan meraup keuntungan dari masyarakat yang takut ketinggalan kereta.

 

Isu Akuisisi Lain Yang Pernah Terjadi Di Indonesia

Kita tentu masih ingat tentang banyaknya isu akuisisi yang dijadikan "bahan bakar untuk menggoreng saham". Sebut saja PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) yang diisukan akan diakuisisi oleh bank BCA. Isu tersebut lantas sukses membuat BGTG volatil dan banyak ditransaksikan di luar kebiasaan. Nyatanya, akuisisi tidak pernah mencapai kesepakatan final, sehingga investor kecil yang sudah terlanjur "nyangkut" akhirnya Cut Loss.

Isu akuisisi kedua yang sempat fenomenal adalah berita Gojek yang akan mengakuisisi saham TAXI. Sayangnya, isu tersebut tidak pernah terjadi.

Kini beredar sebuah informasi -yang tidak bisa dipastikan kebenarannya- di kalangan investor saham atas harga LINK yang disepakati, yakni Rp4100 per lembar saham. Artinya, penguasaan saham LINK sebanyak 1.82 miliar lembar akan bernilai total sebesar Rp7.462 Triliun. Pelaku pasar pun terlihat ramai mentransaksikan saham LINK dan IPTV.

Meskipun demikian, pihak IPTV belum menjelaskan lebih detail rencana transaksi tersebut; kapan akan diselesaikan, serta berapa besaran saham dan nilainya. Menariknya, masyarakat tampak antusias bahwa akuisisi ini pasti terlaksana hingga final, mengingat IPTV sudah pernah mengakuisisi 60% saham K-Vision yang berfokus pada layanan TV berbayar di segmen pasar menengah ke bawah.

 

Lantas, Sanggupkah IPTV Mengakuisisi LINK?

Penulis sendiri tidak yakin bahwa akuisisi ini akan berjalan hingga final. Jika dilihat dari Laporan Keuangan terakhir (Q3) pada 30 September 2019 lalu, jelas bahwa IPTV tidak memiliki dana untuk melakukan akuisisi saham LINK milik KBLV dan Asia Link Dewa. Tercatat akun Kas dan setara kas milik IPTV hanya sebesar Rp330.24 miliar. Sedangkan nilai akusisi LINK sejatinya bernilai triliunan rupiah. Pun, laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas hanya Rp155 miliar.

Lalu, darimana IPTV akan memperoleh sisanya untuk mengakuisisi saham LINK milik KBLV dan Asia Link Dewa? Piutang pun kalau tertagih semuanya masih belum cukup melunasi biaya akuisisi hingga rampung. Pinjam ke bank? Kok belum ada beritanya?

Karena berbagai ketidakjelasan ini, penulis ragu bahwa akuisisi oleh IPTV atas saham LINK yang dimiliki KBLV dan Asia Link Dewa akan berhasil, dan justru bisa berakhir gagal seperti isu akuisisi BGTG oleh BBCA.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE