Menu

Memahami Stimulus Fiskal Dan Dampaknya Terhadap Kurs Mata Uang

A Muttaqiena

Banyak trader belum memahami perbedaan stimulus fiskal dan stimulus moneter. Padahal, dampak stimulus fiskal terhadap kurs mata uang itu sangat khas.

Dalam pemberitaan media ekonomi sepanjang akhir tahun 2019, banyak disebut-sebut istilah stimulus fiskal. Konon katanya, stimulus moneter sudah tidak efektif lagi di beberapa negara, sehingga pemerintah negara terkait perlu meluncurkan stimulus fiskal.

Berita seperti ini semakin sering muncul terkait pair JPY, EUR, dan lain sebagainya. Sayangnya, banyak trader yang belum memahami bahwa stimulus fiskal itu berbeda dengan stimulus moneter. Pengambil kebijakannya berbeda, bentuk kebijakannya berbeda, dan dampaknya terhadap kurs mata uang pun berbeda.

 

Apa Itu Stimulus Fiskal?

Pada dasarnya, ada dua wilayah kebijakan utama yang dapat dipergunakan oleh otoritas untuk memengaruhi perekonomian. Yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter berkaitan dengan peredaran uang dalam perekonomian yang berada dalam kewenangan bank sentral, sedangkan kebijakan fiskal berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran anggaran pemerintah.

Kebijakan fiskal umumnya lebih lagging daripada kebijakan moneter. John Calverley dalam buku "The Investor's Guide to Economic Fundamentals" mencatat, dampak kebijakan moneter dapat muncul dalam tempo 3 bulanan dan kemungkinan berakhir setelah 12 bulan. Sedangkan dampak kebijakan fiskal baru akan muncul dalam periode 9-24 bulan. Namun, tetap saja, efek kebijakan fiskal maupun moneter sama-sama tidak bersifat long-term.

Rangkuman perbedaan kebijakan moneter dan fiskal:

  • Moneter berkaitan dengan jumlah uang berbedar, sedangkan fiskal berkaitan dengan APBN.
  • Moneter berada di bawah Bank Sentral, sedangkan fiskal berada di bawah Pemerintah.
  • Dampak kebijakan fiskal lebih lambat sampai pada perekonomian ketimbang kebijakan moneter.

Stimulus fiskal adalah event kebijakan fiskal yang terjadi ketika pemerintah meningkatkan anggaran pengeluarannya. Sering juga disebut sebagai pelonggaran anggaran atau expansionary fiscal policy. Realisasi stimulus fiskal bisa diwujudkan dalam beragam bentuk, antara lain:

Bagaimana kita mengetahui adanya perubahan fiskal? Umpama pemerintah Indonesia telah menjalankan defisit anggaran 5% dari GDP selama 3 tahun, lalu pada suatu waktu meningkatkannya menjadi 8% dari GDP, maka itu artinya pemerintah Indonesia menjalankan stimulus fiskal. Sekedar defisit anggaran 5% itu saja tidak menandai adanya stimulus. Namun, langkah pemerintah meningkatkan defisit dari 5% menjadi 8% itu merupakan indikasi diluncurkannya stimulus fiskal.

Berkebalikan dengan pelonggaran fiskal, ada pula pengetatan fiskal (contractionary fiscal policy). Dalam situasi kebijakan fiskal ketat, pemerintah mengurangi defisit anggaran. Beberapa perwujudannya antara lain peningkatan pajak, pemangkasan subsidi, dan penurunan anggaran pembangunan infrastruktur publik. Perubahan antara pelonggaran dan pengetatan fiskal akan terus menerus dilakukan sesuai dengan kondisi perekonomian.

Penting untuk diperhatikan: Pengambilan kebijakan fiskal lebih rentan dipengaruhi oleh motif politis daripada urgensi riil, sehingga sering dianggap populis. Ada pemerintahan yang sangat enggan meluncurkan stimulus fiskal karena pemilih menganggapnya sebagai pemborosan (contoh: Jerman). Ada pula pemerintahan yang sering meluncurkan stimulus fiskal karena pemilih menyukai statistik ekonomi yang bagus (contoh: Indonesia).

 

Dampak Stimulus Fiskal Terhadap Kurs Mata Uang

Tujuan stimulus fiskal yaitu untuk meningkatkan output dan permintaan agregat dalam jangka pendek, sehingga menciptakan kesan seakan-akan perekonomian bertumbuh pesat. Stimulus fiskal juga bisa dirancang agar tertarget ke sektor tertentu, sehingga mendorong investor untuk beramai-ramai masuk ke sektor tersebut. Sebagai contoh, keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memangkas pajak korporasi pada awal masa jabatannya, mengakibatkan investor memburu saham-saham perusahaan top AS.

Pertanyaannya, bagaimana dampak stimulus fiskal terhadap nilai tukar (kurs) mata uang ? Dampaknya bisa bullish maupun bearish. Berikut ulasan selengkapnya.

 

Dampak Bullish

Berita mengenai stimulus fiskal biasanya membuat investor mengharapkan terhentinya perlambatan ekonomi, atau bahkan meningkatnya pertumbuhan GDP. Di sisi lain, pemerintah membutuhkan pemasukan tambahan untuk mendanai stimulus tersebut. Dari mana sumber pemasukan tambahan itu? Utang.

Ketika pemerintah meluncurkan stimulus fiskal masif, maka mereka akan menjual lebih banyak obligasi negara . Arus uang masuk ke negara tersebut untuk membeli obligasi, sehingga bakal mendorong kurs mata uang terkait untuk menguat dalam jangka pendek. Meski demikian, pengumuman stimulus fiskal biasanya tidak berdampak besar. Apabila diumpamakan dengan sinyal dampak yang lazim tampil dalam kalender forex, maka hanya berwarna oranye atau dua banteng saja.

Mengapa stimulus fiskal tidak berdampak besar terhadap kurs mata uang? Pertama, kebijakan fiskal itu sendiri memiliki pengaruh yang bersifat lebih lagging dibandingkan kebijakan moneter. Kedua, pengaruh stimulus fiskal terhadap nilai tukar dalam jangka panjang justru bisa bersifat bearish.

 

Dampak Bearish

Ketika pemerintah memangkas pajak atau menambah subsidi, artinya uang di kantong Anda akan bertambah pula. Anda akan punya lebih banyak uang untuk shopping, berwisata, atau membeli properti. Hasilnya, permintaan domestik akan meningkat. Apabila penawaran domestik tidak bertambah secara seimbang dalam kurun waktu yang sama, maka impor akan bertambah. Pada gilirannya, apabila peningkatan impor mengakibatkan defisit neraca dagang, maka nilai tukar mata uang akan melemah.

Ketika Anda punya banyak uang, maka Anda siap mengeluarkan uang lebih banyak untuk berbelanja ataupun membayar biaya jasa. Hasilnya, harga barang dan jasa juga cenderung meningkat. Peningkatan harga tersebut juga berlaku pula bagi barang-barang yang bakal diekspor. Produk asal negara terkait akan menjadi semakin tidak kompetitif di pasar internasional, sehingga permintaan mancanegara bakal berkurang dan ekspor menurun. Penurunan ekspor yang berakibat pada defisit neraca dagang, juga bisa melemahkan nilai tukar mata uang.

Baca juga: Dampak Neraca Perdagangan Pada Nilai Tukar Mata Uang

Sementara itu, utang yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mendanai stimulus fiskal, akan membebani anggaran negara dalam jangka panjang. Apabila stimulus fiskal tepat sasaran, maka negara tidak akan kesulitan dalam membayar pokok utang plus bunga-nya. Namun, jika target stimulus fiskal sejak awal sudah keliru, maka negara kelak bakal kesulitan membayar utang. Pada akhirnya, krisis ekonomi, default (gagal bayar), atau bahkan pengambil-alihan aset oleh kreditur pun bisa terjadi.



Klik di sini untuk tahu cara belajar dan menguasai trading dengan mudah.




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE