Menu

Redenominasi Rupiah - Sekedar Potong Nol, Apa Masalahnya? (1)

A Muttaqiena

Sejak tahun 2010, telah beredar kabar mengenai rencana redenominasi rupiah yang disusun oleh Bank Indonesia. Apa itu redenominasi rupiah? Kenapa pemerintah merencanakan redenominasi rupiah?

Sejak tahun 2010, telah beredar kabar mengenai rencana redenominasi Rupiah yang disusun oleh Bank Indonesia. Redenominasi Rupiah merujuk pada penyederhanaan nominal mata uang Rupiah dengan mengurangi tiga digit angka. Artinya, dalam redenominasi, uang Rp10,000 akan menjadi Rp10, uang Rp1000 menjadi Rp 1, dan seterusnya.

Redenominasi ini hanya akan mengubah nominal, dan tidak mengubah daya beli uang itu sendiri. Misalkan harga satu stel pakaian sekarang Rp100,000, maka setelah redenominasi, harganya adalah Rp 100. Dengan demikian, kekayaan masyarakat secara riil tidak berubah, hanya nominalnya saja yang berkurang.

Akan tetapi, redenominasi Rupiah adalah sebuah kebijakan yang kompleks. Bank Indonesia awalnya menjadwalkan redenominasi dimulai tahun 2014 ini, namun akhir November 2013, Kementerian Keuangan dilansir oleh Antara menyebutkan bahwa pelaksanaan redenominasi ditunda karena kondisi perekonomian dan perpolitikan nasional yang belum stabil. Pejabat kemenkeu mengatakan bahwa redenominasi kemungkinan baru bisa dilakukan pasca pemilu 2014. Singkatnya, kebijakan ini bukan tanpa risiko.

 

Yang Redenominasi Bukan Cuma Indonesia

Indonesia bukanlah negara pertama yang melakukan redenominasi mata uang. Redenominasi sudah tercatat dalam sejarah peradaban sejak abad ke-19. Negara-negara di Zona Euro juga mengalami redenominasi saat mata uang asalnya dikonversi ke Euro. Pada umumnya, ada tiga kondisi yang membuat sebuah negara melakukan redenominasi.

Yang pertama adalah karena negara tersebut meleburkan diri ke kesatuan moneter tertentu, seperti Euro di Uni Eropa. Kedua, inflasi dalam jangka panjang telah menyebabkan nominal mata uang menjadi terlalu besar, seperti di Indonesia. Kondisi ketiga adalah hiperinflasi (inflasi di atas 100%) yang mengakibatkan pemerintah terpaksa menerbitkan uang dengan nominal super besar, seperti yang terjadi di Zimbabwe.

Dalam kasus redenominasi karena hiperinflasi, redenominasi biasanya gagal karena hiperinflasi merupakan pencerminan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Ketidakstabilan ekonomi ditambah rumitnya redenominasi membuat perekonomian makin kacau.

(Baca juga: Pengertian Inflasi Pada Perekonomian Dunia)

Zimbabwe berulang kali meredenominasi mata uangnya sepanjang 2008-2009, tetapi tetap gagal mengendalikan kestabilannya, sehingga akhirnya terpaksa mencampakkan Dolar Zimbabwe. Sekarang, masyarakatnya menggunakan mata uang-mata uang asing seperti Dolar AS, Euro, dan Yuan, untuk bertransaksi sehari-hari.

Inflasi tahunan yang tidak tergolong hiperinflasi tapi tergolong tinggi dan berlangsung hingga lebih dari satu dekade akan membuat nominal mata uang semakin besar. Kondisi ini bisa mendorong negara untuk meredenominasi mata uangnya. Ketika redenominasi dilakukan karena inflasi, maka kemungkinan keberhasilannya tergantung pada stabilitas ekonomi negara saat kebijakan dilangsungkan.

Argentina sudah beberapa kali meredenominasi mata uangnya, tetapi tetap gagal mengendalikan nilai tukarnya terhadap mata uang asing dan inflasi juga terus meningkat. Bahkan semakin banyak orang yang meninggalkan peso dan memilih menggunakan mata uang asing. Stabilitas ekonomi merupakan pertimbangan pertama dan utama bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan semacam ini, karena implikasinya bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga dalam perdagangan internasional dan terhadap neraca pembayaran negara.

 

Kenapa Perlu Redenominasi Rupiah?

Nominal mata uang yang terlalu besar, apapun alasannya, akan merepotkan pembukuan dan transaksi bisnis. Menurut naskah akademik yang diajukan Pemerintah Indonesia ke DPR tahun lalu, jumlah digit Rupiah yang terlalu banyak membuat transaksi ekonomi menjadi kurang efisien, dan ini berpotensi menghambat akselerasi perekonomian Indonesia ke depan.

Dari perspektif ilmu ekonomi, banyaknya digit menggarisbawahi masalah inflasi dan lemahnya nilai tukar Rupiah. Apalagi, kepercayaan diri masyarakat juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah nol yang muncul ketika menukar uang dengan mata uang berbeda.


Oleh karena itu, redenominasi umumnya dilakukan untuk mencapai target ekonomi tertentu, diantaranya:

  1. Upaya untuk memulihkan stabilitas ekonomi
    Dalam kondisi hiperinflasi, pemerintah berupaya menghentikan laju inflasi dengan kebijakan ekonomi yang disertai redenominasi. Resikonya, jika kebijakan ekonominya gagal mengendalikan keadaan, maka redenominasi justru akan memperparah kondisi karena banyaknya orang yang akan dibingungkan oleh pemangkasan nominal.

    Pada dasarnya, redenominasi sebaiknya dilakukan saat kondisi ekonomi cukup stabil dan bukan untuk memperbaiki indikator ekonomi yang buruk, karena ia takkan menyelesaikan masalah. Untungnya, Pemerintah Indonesia tidak memaksudkan redenominasi untuk tujuan ini, melainkan untuk dua tujuan di bawah ini.
  2. Redenominasi memulihkan kredibilitas mata uang
    Rupiah dikenal sebagai salah satu mata uang dengan nominal paling banyak di dunia. Pecahan 100,000-an adalah pecahan terbesar setelah Vietnam yang pernah mempublikasikan 500,000 Dong dan Zimbabwe yang pernah menerbitkan sekian miliar Dolar Zimbabwe. Kadang Rupiah bahkan dicemooh karena ini. Oleh karena itu, pemerintah berkeinginan untuk memulihkan kredibilitas mata uang dengan memangkas beberapa digit angka.
  3. Menumbuhkan kepercayaan akan mata uang yang berlaku
    Ketika nilai tukar mata uang suatu negara terus melemah terhadap mata uang lain, terutama USD, maka itu membuat masyarakat enggan menggunakan mata uangnya. Ini banyak terjadi di Afrika dan Amerika Selatan. Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk membangkitkan kembali kepercayaan warganya terhadap mata uang mereka dengan melakukan redenominasi. Orang Indonesia misalnya, tentunya akan lebih percaya diri jika kurs Rupiah per 1 USD adalah Rp11 dibanding bila Rp11,000.

Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar terkini bisa dilihat pada grafik berikut:

Demikianlah kurang-lebih latar belakang kebijakan redenominasi mata uang, khususnya Rupiah. Bahasan mengenai redenominasi ini belum selesai, dan akan dilanjutkan di bagian kedua mengenai hal-hal yang mempengaruhi sukses atau gagalnya Redenominasi Rupiah.



USD ( Amerika - USD Dollar ) 16,215
SGD ( Singapura - Dollar ) 11,904
JPY ( Japan - Yen ) 103
GBP ( English - Pound ) 20,297
EUR ( Eropa - Euro ) 17,373
CHF ( Swiss - Franc ) 17,766
AUD (Australia - Dollar) 10,621
More
Konversi valas ke rupiah atau sebaliknya, bisa lebih mudah dengan kalkulator kurs.

Adisoewignyo W
Pengalaman adalah guru trrbaik pres Soekarno pernah mengambil kbijakan potong 4000 tpi setelh 15 thun rupiah kembli tpuruk
Frans

Dikhawatirkan dengan adanya redenominasi rupiah akan membuat harga barang malah akan menjadi naik tinggi. Misalkan penjual biasa menjual Kerupuk dengan harga Rp. 1.000,- . Seharusnya setelah di redenominasi harga kerupuk tersebut menjadi Rp. 1,- . Tapi dengan harga Rp. 1,- penjual akan merasa harga tersebut terlalu murah. maka penjual akan menaikan harganya menjadi Rp 5,- . ketika dinilaiRp. 5,- masih terlalu murah, penjual akan menaikan lagi harganya menjadi Rp. 10,-. Sehingga nilai jual kerupuk yang sebenarnya harganya Rp. 1.000,- menjadi senilai Rp. 10.000,- setelah redenominasi.Asik jadi saya sebagai penjual bisa mendapat untung besar....

Arifferi

Itu karena kurangnya sosialisasi
Sehingga banyak yang tidak paham
Sebenarnya sederhana asal semua lapisan masyarakat mengerti maksud redominasi itu

Chairul

Perlu hati hati, inflasi merajalela, cetak duit baru

Azrizalmapangera

Tolong masa 1000 disana sampai jutaan





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE