Menu

Analis: Minyak Anjlok Di Bawah USD 30 Sebelum Rebound

M Septian

Seorang analis memperkirakan bahwa harga minyak akan anjlok hingga mencapai kurang dari 30 Dolar AS per barel, sebelum mengalami rebound.

Seorang analis memperkirakan bahwa harga minyak akan anjlok hingga mencapai kurang dari 30 Dolar AS per barel, sebelum mengalami rebound.

Salah seorang analis mengatakan, "Paruh pertama tahun 2016 merupakan saat yang paling buruk bagi harga minyak". Sementara pemulihan harga yang diharapkan menjadi 60 Dolar AS per barel, kemungkinan baru berlangsung pada akhir tahun depan. Berikut kata-kata Pimpinan McGraw Hill Financial, John Kingston , "Kamu akan melihat harga (minyak) pada kisaran USD 20 sebelum naik".

Komentar tersebut dilontarkan Kingston mengikuti merosotnya minyak berjangka setelah data pemerintah AS menunjukkan penimbunan minyak tak terduga dan tidak ada perlambatan produksi pada akhir tahun ini. Laporan mingguan dari Energy Information Administation (EIA) menunjukkan lonjakan 2.6 juta barel persediaan minyak AS menjadi 487.4 juta barel di saat para analis memperkirakan terjadi pengurangan. Pekan lalu, cadangan di Amerika Serikat berkurang drastis 6 juta barel.

Hari ini (31/12), minyak West Texas Intermediate (WTI) dan Brent diperdagangkan flat, masing-masing pada kisaran 36.71 dan 36.66 Dolar AS per barel. Semalam, kedua tolok ukur harga minyak tersebut menyusut lebih dari 3 persen.

Pandangan Kingston Mengenai Proyeksi Minyak Tahun 2016

Dikutip dari CNBC, Kingston berpendapat bahwa outlook minyak tahun depan masih lemah dengan melihat secara historis, permintaan kuartal pertama lebih rendah daripada di kuartal keempat. Terdapat bencana bagi sisi suplai minyak karena produksi dari Iran bisa masuk ke pasar internasional setelah sanksi terhadap mereka. Jangka panjangnya, pertumbuhan produksi shale akan mengubah pandangan mengenai pasar energi secara signifikan.

Kerajaan Saudi Menolak Pengurangan Produksi Minyak

Saudi Arabia sebagai pemimpin de facto kartel minyak dunia OPEC, menolak untuk mengurangi suplai dan malah melakukan peningkatan produksi. Saudi berharap rendahnya harga akan menghambat pengeboran minyak shale berbiaya tinggi, namun nyatanya saingan mereka lebih tangguh daripada perkiraan. Meskipun jumlah rig aktif AS telah jatuh lebih dari 60 persen tahun ini, produksi di negara tersebut tetap berada di atas level 9 juta barel per hari, karena sumur pengeboran yang tersisa telah meningkatkan efisiensi.

Riyadh juga telah merasakan tekanan dari harga minyak yang rendah. Kerajaan Saudi melaporkan defisit 15 persen tahun lalu dan memulai beberapa pengetatan substansial. Namun demikian, para pejabat Saudi Arabia tetap berkomitmen pada strategi mereka untuk membanjiri pasokan minyak dan terus berharap pasar akan stabil dengan kondisi ekonomi global yang semakin sehat tahun depan.


Berita Minyak Lainnya




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE