Menu

Analis: Penguatan Dolar AS Ancam Negara Berkembang

N Sabila

Data ekonomi AS yang menguat kian membuka peluang Fed Rate Hike untuk keempat kalinya tahun ini. Namun, hal itu dikhawatirkan berdampak buruk pada pasar negara berkembang.

Seputarforex.com - Setelah data GDP AS dilaporkan naik pesat di kuartal kedua, indeks PMI Jasa AS kemarin menyusul dengan menorehkan kenaikan ke level tertinggi sejak tahun 1997, mematahkan konsensus yang mengekspektasikan penurunan.

Fed Hike alias kenaikan suku bunga acuan The Fed untuk keempat kalinya tahun ini pun nampaknya tak bisa terelakkan lagi. Para pelaku pasar kini telah memasang kemungkinan 80 persen akan peluang kenaikan suku bunga di akhir tahun. Ditambah lagi, Ketua The Fed Jerome Powell turut memberikan sinyal hawkish dalam pidatonya di Atlanta, Kamis (04/Okt) dini hari tadi.

 

Dolar Kuat, Alamat Buruk Bagi Negara Berkembang

Merespon situasi di atas, Dolar AS pun menguat hingga ke level tinggi 11 bulan terhadap Yen. Di samping itu, kenaikan yield obligasi US Treasury ke level tinggi tujuh tahun, kian membuat performa mata uang AS semakin prima.

Hal ini menjadi alamat buruk bagi negara-negara berkembang, khususnya Fragile Five, karena ketergantungan mereka yang sangat tinggi pada investasi asing. Untuk membenahi keadaan dari dalam negeri pun sulit, karena negara-negara berkembang terhimpit oleh lemahnya kurs mata uang lokal mereka terhadap Dolar AS.

Bahkan China, yang sedang berjuang keras dalam perang dagang dengan AS, tidak imun terhadap masalah ini. Buktinya, nilai tukar Yuan offshore sudah naik ke atas 6.9 per dolar AS, dari biasanya di kisaran 6.8 per dolar AS.

 

Utang Membengkak, Divergensi Kondisi Ekonomi Membesar

"Peristiwa ini adalah badai yang sempurna dari kenaikan Dolar," kata Chris Weston dari broker forex Pepperstone di Melbourne. Bagaimana tidak, negara berkembang dihadapkan pada kuatnya performa ekonomi Amerika Serikat dan The Fed, yang tampak dengan senang hati menaikkan Rate.

"Sejumlah negara yang memiliki utang bernilai Dolar AS, kian menderita karena menguatnya Dolar berarti membengkaknya nilai utang mereka." sambung Weston.

Sedangkan ekonom Kevin Logan dari HSBC mengatakan, "Sebuah dinamika sederhana sedang memainkan perannya dalam perekonomian global saat ini. (Ekonomi) AS sedang booming, sementara negara-negara lain justru melambat atau bahkan mengalami stagnasi."

"The Fed, yang menaikkan suku bunga demi menghindarkan ekonomi AS dari overheating, di sisi lain jadi menghambat opsi kebijakan negara-negara yang kondisi finansialnya makin cekak. Belum lagi ada tensi perdagangan yang memanas," tambahnya.


Berita Forex Lainnya

USD
EUR
CHF
CAD
GBP
JPY
CNY
AUD





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE