Menu

Dolar AS Berupaya Rebound Setelah Dihantam Notulen FOMC

A Muttaqiena

Memasuki sesi Eropa, Dolar AS masih melemah terhadap AUD karena efek notulen FOMC, tetapi tengah berupaya balik menguat terhadap mata uang mayor lainnya.

Indeks Dolar AS (DXY) ditutup merosot drastis pada akhir sesi New York, setelah rilis notulen FOMC mengungkap kuatnya bias dovish di kalangan para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan negosiasi dagang AS-China dikabarkan berlangsung lancar. Saat berita ditulis pada awal sesi Eropa (10/Januari), DXY telah beranjak 0.1 persen ke kisaran 95.23, meskipun posisinya masih dekat kisaran terendah sejak 15 Oktober tahun lalu.

 

Proyeksi Fed Rate Tahun 2019 Tak Sejelas Tahun Lalu

Notulen rapat Federal Open Market Commitee (FOMC) tanggal 18-19 Desember yang dipublikasikan dini hari tadi (WIB) menguak fakta bahwa sejumlah pejabat tinggi Federal Reserve menginginkan suku bunga tak diubah dalam tahun 2019, meskipun menyetujui kenaikan suku bunga pada Desember lalu. Alasannya, tekanan inflasi yang lebih rendah dan beraneka risiko terkini membuat The Fed "bisa lebih bersabar" dalam pengetatan kebijakan moneter.

"Dengan meningkatnya kisaran target (suku bunga) dalam rapat ini, Federal Funds Rate akan berada atau dekat dengan kisaran bawah estimasi suku bunga netral jangka panjang; dan peserta (rapat FOMC) menyampaikan bahwa perkembangan terbaru, termasuk volatilitas pasar finansial dan meningkatnya kekhawatiran tentang pertumbuhan global, membuat jangkauan dan waktu yang tepat bagi pengetatan kebijakan di masa depan menjadi kurang jelas dibandingkan sebelumnya," demikian dicatat dalam rangkuman rapat tersebut.

 

Faktor Eksternal Dongkrak Greenback

Saat berita ditulis, Dolar AS masih melemah terhadap Dolar Australia dengan pasangan mata uang AUD/USD naik 0.10 persen ke kisaran 0.7177. Namun, Dolar AS tengah berupaya balik menguat kembali terhadap mata uang mayor lainnya, termasuk Euro dan Poundsterling.

Faktor dari luar AS mendorong rebound kali ini. Sinyal perlambatan ekonomi Euro makin meluas, khususnya di Jerman yang terimbas efek perang dagang dan Prancis yang dilanda demonstrasi berkepanjangan. Data inflasi China yang dirilis tadi pagi pun menunjukkan laju kenaikan harga-harga di bawah ekspektasi selama bulan Desember lalu; menggarisbawahi pentingnya negosiasi perdagangan AS-China bukan hanya bagi negeri Tirai Bambu, melainkan juga bagi negara-negara lain yang berhubungan erat dengannya.

Sementara itu, PM Theresa May dihantam serangan baru dari parlemen Inggris dalam upayanya untuk mendapatkan pengesahan bagi kesepakatan Brexit yang telah dicapai dengan Uni Eropa. Parlemen memberi waktu tiga hari bagi May untuk menyusun alternatif jika kesepakatan Brexit-nya ditolak pada voting yang akan digelar hari Selasa minggu depan. Konsekuensinya, pasangan mata uang GBP/USD merosot lebih dari 0.20 persen ke kisaran 1.2747, setelah sempat mencapai level tertinggi sejak awal tahun ini.


Berita Forex Lainnya

USD
EUR
CHF
CAD
GBP
JPY
CNY
AUD





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE