Menu

Gelombang Kedua Virus Corona Serbu Beijing, Aussie Ambruk

A Muttaqiena

Dolar Australia anjlok drastis merespons berita kemunculan kluster infeksi virus Corona baru di Beijing.

Seputarforex - Aset-aset berisiko menghadapi banjir aksi jual dalam perdagangan hari ini (15/Juni), lantaran kabar bahwa gelombang kedua virus Corona (COVID-19) telah muncul di Beijing, China. Sebagai proxy China di pasar valas dunia, Dolar Australia ikut tumbang. Saat berita ditulis, AUD/USD sudah anjlok lebih dari 1 persen dan mencetak rekor terendah harian pada level 0.6776.

Grafik AUD/USD Daily via Tradingview.com

Beijing sudah hampir terbebas dari kasus infeksi virus Corona selama dua bulan terakhir, hingga munculnya satu laporan baru pada tanggal 12 Juni. Temuan tersebut mengungkap sebuah kluster kasus infeksi virus Corona yang menyebar di Xinfadi, salah satu pasar tradisional terbesar di Asia. Sejak saat itu, jumlah total infeksi telah mencapai 51.

Beberapa negara bagian Amerika Serikat juga melaporkan peningkatan kasus infeksi virus Corona, meski pemerintahnya masih terus melanjutkan rencana normalisasi aktivitas ekonomi. Situasi ini menggerogoti optimisme pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi dalam waktu dekat.

"Ada yang mengatakan bahwa hedge fund dan spekulan jangka pendek lain masuk ke pasar pagi-pagi untuk menjual Dolar Australia karena infeksi baru di Beijing," kata Yukio Ishizuki, seorang pakar strategi forex di Daiwa Securities, Tokyo, sebagaimana dilansir oleh Reuters, "Semoga ini tidak menjadi wabah yang besar, dan pergerakan turun ini tidak berlangsung lama."

Selain Dolar Australia, sejumlah mata uang lain yang ikut tertekan oleh sentimen risk-off kali ini adalah Dolar New Zealand, Dolar Kanada, dan Poundsterling. Poundsterling masih terus terombang-ambing di tengah ketidakpastian dalam perundingan dagang Inggris-Uni Eropa pasca-Brexit, menyusul laporan GDP yang buruk pada pekan lalu.

PM Inggris Boris Johnson dan Presiden European Commission Ursula von der Leyen dijadwalkan untuk berjumpa pada siang hari ini (waktu setempat) guna membahas seputar status perundingan tersebut. Rumor pasar menyebutkan bahwa Johnson kemungkinan bakal 'ngotot' mengakhiri perundingan sesuai deadline 31 Desember 2020 lagi, tak peduli apakah kesepakatan dagang tercapai atau tidak.


Berita Forex Lainnya

USD
EUR
CHF
CAD
GBP
JPY
CNY
AUD





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE