Menu

Harga Minyak Brent Jatuh Nyaris 1 Persen Lantaran Data AS

A Muttaqiena

Harga Minyak anjlok lagi pasca publikasi data persediaan (inventories) Minyak Mentah Amerika Serikat. Namun, Arab Saudi berupaya mencegah kemerosotan.

Seputarforex.com - Harga Minyak anjlok lagi pada perdagangan hari Kamis ini (29/Maret) pasca publikasi data persediaan (inventories) Minyak Mentah Amerika Serikat. Harga Minyak Mentah Berjangka tipe Brent merosot hingga 0.85 persen saat berita ditulis, ke bawah USD69 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan harga Minyak asal AS menggeliat naik tipis 0.08% ke USD64.71, setelah mengalami kemerosotan beruntun dalam tiga hari sebelumnya.

 

 

 

Persediaan Minyak Mentah AS Melonjak

Kemerosotan harga Minyak bermula ketika pada hari Rabu dini hari (Waktu Indonesia Barat), American Petroleum Institute (API) secara mengejutkan mengumumkan bahwa jumlah persediaan Minyak Mentah AS bertambah 5.32 juta barel dalam sepekan yang berakhir tanggal 23 Maret. Data resmi versi pemerintah AS yang dipublikasikan Energy Information Administration (EIA) pada Rabu malam mengkonfirmasi adanya lonjakan persediaan, meskipun dalam jumlah lebih kecil.

Menurut EIA, persediaan Minyak Mentah AS naik sebanyak 1.64 juta barel dalam periode yang sama. Padahal, sebelumnya pelaku pasar memprediksi akan terjadi penurunan persediaan hingga 0.29 juta barel. Angka tersebut juga secara efektif membalik penurunan sebesar 2.62 juta barel yang terjadi pada periode perhitungan sebelumnya.

 

Hambatan Teknikal vs Dukungan Fundamental

Dari segi teknikal, harga Minyak nampaknya kesulitan untuk menembus ambang atas (resistance) mayor untuk kedua kalinya dalam tahun ini. Brent gagal melampaui kisaran USD70-72, sedangkan WTI tak mampu melampaui USD65-67 per barel.

 

 

 

Menyusul kegagalan Brent dan WTI menembus kisaran-kisaran teknikal tersebut, harga berbalik menurun kembali. Meski demikian, kesepakatan pemangkasan output antara negara-negara OPEC dan sejumlah produsen minyak Non-OPEC masih menyangga harga dari kemungkinan pembalikan tren harga menjadi bearish.

Putra Mahkota Arab Saudi mengatakan pada Reuters bahwa Riyadh dan Moskow tengah mempertimbangkan untuk memperpanjang aliansi pembatasan produksi Minyak yang telah dimulai sejak Januari 2017 tersebut. "Kami bekerja untuk menggeser kesepakatan dari (kurun waktu) tahun ke tahun menjadi antara 10 hingga 20 tahun," katanya dalam sebuah wawancara di New York, Amerika Serikat, pada hari Senin malam waktu setempat.


Berita Minyak Lainnya




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE