Menu

Harga Minyak Meningkat, Amerika Serikat Kebakaran Jenggot

A Muttaqiena

Harga minyak meningkat menimbulkan risiko bagi stabilitas politik Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sehingga ia mengajak negara lain mendongkrak produksi.

Seputarforex.com - Harga minyak melanjutkan reli pada awal perdagangan pekan ini, dikarenakan makin dekatnya jadwal pengenaan sanksi oleh Amerika Serikat atas Iran. Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump sebenarnya tak menginginkan harga minyak meninggi, sehingga timnya melakukan serangkaian lobi-lobi dengan negara produsen minyak lainnya untuk mendongkrak produksi.

 

 

Pada sesi Asia hari Selasa (11/September), harga minyak mentah Brent naik 0.26 persen ke USD77.49 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 0.10 persen ke USD67.56 per barel. Reli sebenarnya sudah dimulai sejak hari Jumat, setelah Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah oil drilling rigs di AS berkurang dari 862 unit menjadi 860 unit dalam sepekan lalu.

AS akan mulai menerapkan sanksi atas ekspor minyak Iran pada bulan November mendatang. Sejak beberapa waktu lalu, pemerintahan Presiden Trump telah menekan banyak negara untuk berhenti mengimpor minyak Iran. China mensinyalkan keengganan untuk mengikuti arahan Washington; tetapi sekutu dekat AS seperti Korea, Jepang, dan India, agaknya akan mentaatinya.

Faktor-faktor tersebut membuat harga minyak beranjak naik. Namun, fenomena ini sebenarnya merugikan kepentingan politik Trump. Kenaikan harga minyak mentah dan BBM dapat menumpulkan klaim partai Republik pendukungnya bahwa kebijakan pemangkasan pajak dan penghapusan sejumlah regulasi federal telah membantu menggairahkan perekonomian AS. Padahal, partai Republik akan kembali memperebutkan suara massa versus partai Demokrat pada pemilu sela Kongres di bulan November.

Menteri Energi AS, Rick Perry, telah berjumpa dengan Menteri Energi Arab Saudi, Khalid Al-Falih, pada hari Senin di Washington dalam upaya Trump untuk mendorong negara-negara produsen minyak agar menggenjot produksi dan menambal kekurangan output yang akan timbul akibat penerapan sanksi atas Iran. Perry juga dijadwalkan bertemu Menteri Energi Rusia, Alexander Novak, untuk mendiskusikan topik tersebut pada hari Kamis di Moskow.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan AS mulai mengobral minyak yang sebelumnya biasa dijual ke China, karena kini kehilangan pembeli akibat konflik perdagangan antara kedua negara. Hal ini menyebabkan selisih antara harga Brent asal Eropa dan WTI asal AS melebar hingga nyaris USD10 per barel; selisih terbesar sejak bulan Juni.


Berita Minyak Lainnya




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE