Menu

Harga Minyak Naik Terbatas Di Bawah USD75 Per Barel

A Muttaqiena

Optimisme merebak di pasar minyak setelah GDP AS dilaporkan meningkat, sementara konflik di Timur Tengah memanas. Namun, harga minyak naik sedikit saja.

Seputarforex.com - Optimisme merebak di pasar minyak setelah data GDP (Gross Domestic Product) Amerika Serikat dilaporkan meningkat, sementara konflik di Timur Tengah memanas. Namun, pasar juga mengkhawatirkan peningkatan pasokan dari negara-negara produsen yang dapat mengakibatkan terjadinya oversupply lagi, sehingga harga minyak tak mengalami perubahan besar.

Harga minyak mentah Brent ditutup naik ke USD74.33 per barel di akhir pekan lalu, tetapi menurun lagi 0.19% ke USD74.19 pada awal perdagangan hari Senin ini (30/Juli). West Texas Intermediate (WTI) menunjukkan dinamika serupa. Harga minyak acuan asal AS tersebut berakhir pada USD68.97 di hari Jumat, tetapi melandai 0.13% ke USD68.88 saat berita ditulis.

 

 

Serangan Houthi Di Bab-el Mandeb

Kenaikan harga minyak pekan lalu tak lepas dari mencuatnya lagi konflik di Timur Tengah. Pada pertengahan pekan, Arab Saudi menghentikan sementara pengapalan minyak via selat Bab-el Mandeb di Laut Merah, setelah dua kapal tanker-nya diserang pemberontak Houthi. Selat tersebut merupakan salah satu jalur pengapalan minyak terpenting di dunia, dengan estimasi sekitar 4.8 juta barel per hari (bph) dikirim ke Eropa, AS, dan Asia, dalam tahun 2016 saja.

Sementara itu, pertumbuhan GDP AS dilaporkan mencapai 4.1% pada kuartal II/2018 (preliminer), tertinggi dalam nyaris empat tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang bagus di negeri konsumen minyak terbesar dunia tersebut memberikan harapan akan permintaan (demand) minyak lebih tinggi di masa depan. Namun, pasar masih ragu apakah proyeksi peningkatan permintaan tersebut bakal mengimbangi tingginya suplai.

 

Kenaikan Produksi Bisa Lebih Tinggi

Menjelang penutupan pasar pada hari Jumat waktu New York, Baker Hughes melaporkan bahwa oil drilling rigs meningkat sebanyak 3 ke angka total 861 dalam periode sepekan yang berakhir tanggal 27 Juli. Ini merupakan kenaikan pertama dalam tiga minggu terakhir.

Pada hari Jumat, Menteri Energi Rusia, Alexander Novak juga menyampaikan bahwa koalisi Rusia-OPEC dan beberapa negara produsen minyak lainnya dapat menggenjot produksi lebih tinggi dibanding yang telah mereka setujui dalam tahun ini. Apabila benar-benar terjadi, maka ini dapat menandai keruntuhan kesepakatan pembatasan output yang telah berlaku sejak awal tahun 2017.

Dalam KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, Novak mengatakan, "(Kami) tidak mengatakan tidak...(kalau) peningkatan produksi minyak hingga lebih dari 1 juta bph mungkin akan didiskusikan."

Bulan lalu, OPEC dan negara-negara produsen minyak lainnya telah setuju melonggarkan pembatasan output guna mengimbangi penyusutan kiriman minyak dari Libya, Venezuela, dan Iran. Persetujuan itu meningkatkan output gabungan koalisi tersebut sebanyak 1 juta bph. Namun, jika ungkapan Novak dipertimbangkan juga oleh negara-negara lain, maka bukan tidak mungkin besaran produksi bakal lebih dari itu.


Berita Minyak Lainnya




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE