Menu

Harga Minyak Turun 3 Persen Seiring Maraknya Lockdown

Pandawa

Harga minyak mentah turun tajam karena aksi jual masif menyusul semakin banyaknya negara yang memutuskan untuk kembali lockdown akibat lonjakan kasus COVID-19.

Seputarforex - Harga minyak mentah melemah hingga menyentuh level terendah lima bulan pada perdagangan Asia hari ini (02/November), di tengah kekhawatiran akan turunnya permintaan global. Kepanikan pasar energi dipicu oleh PM Boris Johnson yang mengatakan bahwa Inggris tengah bersiap menerapkan lockdown sejak 5 November hingga awal bulan Desember.

Pada saat berita diturunkan, harga minyak WTI (West Texas Intermediate) diperdagangkan pada kisaran $34.29, melemah 3.6 persen dari harga Open harian. Sementara itu, minyak Brent memulai pekan ini dengan merosot 3 persen pada level $36.40 per barel. Secara teknikal, harga minyak Brent dan WTI terus melemah sejak dua pekan terakhir.

Sebelum pengumuman lockdown di Inggris, Prancis dan Jerman juga telah menyatakan diberlakukannya kembali aturan pembatasan karena lonjakan kasus COVID-19 gelombang dua. Ini menyebabkan naiknya kekhawatiran terhadap progres pemulihan ekonomi. Akibatnya, permintaan minyak global pun terancam anjlok.

 

Turut Dibayangi Ketidakpastian Jelang Pilpres AS

Disamping meningkatnya kasus Corona di Eropa, gagalnya kesepakatan terkait stimulus dan jelang pemilihan presiden AS besok ikut menekan pergerakan harga minyak mentah.

"Ini akan menjadi minggu besar karena adanya Pemilihan Presiden AS pada hari Selasa yang menjadi fokus utama… Ketidakpastian jelang Pilpres memicu aksi penghindaran risiko, dan investor lebih memilih untuk beralih menuju safe haven sembari melihat dan menunggu siapa yang menjadi Presiden AS selanjutnya," kata ekonom AMP, Shane Oliver.

Kandidat presiden dari partai Demokrat, Joe Biden, memang unggul mutlak menurut survei. Namun peluang Demokrat menguasai kursi Senat dan House of Representatives dinilai relatif kecil. Menurut analis JPMorgan, kemenangan Joe Biden akan dipandang sebagai netral jangka pendek, tetapi negatif untuk jangka panjang. Pasalnya, kebijakan Biden cenderung tidak pro bisnis sehingga akan membebankan pajak besar terhadap korporasi. Penerapan pajak tinggi diperkirakan akan menghapus manfaat paket stimulus besar (Baca juga: Arah Kebijakan Energi Joe Biden Mengancam Outlook Dolar AS).


Berita Minyak Lainnya




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE