Menu

Inggris Gelar Lockdown Babak 3, Pound Rentan Depresi Lagi

A Muttaqiena

Pound tergelincir menyusul pemberlakuan lockdown ketat lagi di seantero Inggris mulai 5 Januari 2021. Sedangkan para analis berbeda pendapat mengenai outlook-nya ke depan.

Poundsterling tumbang pada perdagangan awal tahun ini sehubungan dengan beralihnya perhatian pasar dari isu kesepakatan brexit ke masalah perekonomian domestik Inggris. Pasalnya, pemberlakuan lockdown nasional babak tiga dikhawatirkan akan semakin menciutkan GDP Inggris. GBP/USD kemarin jatuh dari pembukaan 1.3665 ke 1.3572 pada penutupan. Posisinya terangkat tipis pada awal sesi Eropa hari ini (5/Januari), tetapi masih tertahan pada kisaran 1.3586.

Grafik GBP/USD Daily via Tradingview.com

PM Inggris Boris Johnson kemarin mengumumkan pemberlakuan lockdown lebih ketat di England, Skotlandia, Irlandia Utara, dan Wales mulai 5 Januari 2021. Sekolah-sekolah yang sempat diperbolehkan beroperasi pada lockdown babak dua, kini diperintahkan agar ditutup lagi. Masyarakat juga dihimbau agar tidak keluar rumah, kecuali untuk kebutuhan esensial seperti olah raga sekali sehari dan pemeriksaan kesehatan.

Sebagai konsekuensi dari lockdown babak tiga ini, pertumbuhan pada sejumlah sektor ekonomi diperkirakan akan kembali negatif. Lebih lanjut, Bank of England (BoE) kemungkinan bakal memangkas suku bunga pada rapat kebijakan berikutnya tanggal 4 Februari 2021 demi menyangga perekonomian dan sistem keuangan.

"GDP kuartal pertama kemungkinan akan sangat negatif sebagai hasil dari kebijakan lockdown yang baru saja diumumkan. Kami negatif pada GBP jangka pendek dan jangka panjang," ungkap Adam Cole, Kepala Strategi Mata Uang di RBC Capital.

Sedangkan Kenneth Broux dari Société Générale berpendapat, "Beberapa anggota MPC BoE mendukung pemangkasan suku bunga pada Desember (2020) dan pasti akan semakin bersuara lantang jika perekonomian terpuruk akibat lockdown ketat lagi. COVID dan keluarnya (Inggris) dari Uni Eropa akan membuat pertumbuhan Inggris mengecewakan, sehingga jika data yang akan datang tidak memicu sejumlah aksi ambil untuk pada Pound, BoE kemungkinan akan mengambil rute vokal yang sama dengan ECB."

BoE telah lama menghindari perubahan suku bunga dikarenakan ketidakpastian brexit yang berkepanjangan. Namun, sebagian besar ketidakpastian itu telah terselesaikan dengan tercapainya deal Inggris-Uni Eropa sebelum Natal 2020 lalu. Kini tak ada halangan signifikan lagi bagi BoE untuk memangkas suku bunga maupun melancarkan stimulus moneter lebih besar seperti yang dilakukan oleh ECB dan beberapa bank sentral mayor lain.

Apabila BoE benar-benar melonggarkan kebijakan moneternya, Pound perlahan akan kehilangan keunggulannya sebagai mata uang berbunga lebih tinggi dibanding greenback dan euro. Terlepas dari itu, sebagian analis lain menilai pound tetap memiliki support kuat lantaran USD yang lebih terdepresiasi di tengah pemulihan ekonomi global.

"Sterling jatuh karena ekspektasi pembatasan yang lebih ketat di Inggris demi menanggulangi kasus COVID jauh lebih membebani dibanding optimisme tentang keluarnya Inggris dari Uni Eropa dengan teratur. Inggris dan UE telah menyetujui pakta dagang pada Christmas Eve yang menghindarkan kekacauan brexit pada 1 Januari. Meski melemah, Pound masih berada dalam jangkauan rekor tertinggi Mei 2018 terhadap greenback yang lebih tertekan," papar Joe Manimbo, analis FX senior dari Western Union.


Berita Forex Lainnya

USD
EUR
CHF
CAD
GBP
JPY
CNY
AUD





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE