Menu

Kenaikan Harga Minyak Berpotensi Jadi Bumerang

A Muttaqiena

Komitmen OPEC untuk memangkas output minyak mentah disambut baik oleh pasar, tetapi kenaikan harga minyak masih dikekang oleh skeptisme.

Seputarforex.com - Harga minyak terpantau bergerak sideways pada hari Selasa (17/1). Komitmen Arab Saudi dan rekan-rekannya untuk memangkas output minyak mentah disambut baik oleh pasar, tetapi kenaikan harga masih dikekang oleh skeptisme pasar mengenai outlook jangka panjang komoditas ini.

 

 

Harga minyak mentah berjangka Brent nyaris flat di kisaran $55.72, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) melandai ke $52.48. Masing-masing berada dalam posisi lebih lemah dibanding level harga yang dicapainya akhir pekan lalu setelah dirilisnya kabar pemangkasan output besar-besaran oleh anggota-anggota utama OPEC.

 

Masih Soal Skeptisme

Berdasarkan kesepakatan yang disetujui pada Desember 2016, anggota OPEC, Rusia, dan sejumlah negara produsen minyak lainnya akan memangkas output minyak mentah mereka sebesar nyaris 1.8 juta barel per hari (bph) mulai Januari 2017 hingga setidaknya enam bulan ke depan. Targetnya, menanggulangi limpahan surplus yang telah menyeret harga minyak ke level rendah dalam dua tahun terakhir, serta mengembalikan level produksi kembali selaras dengan tingkat konsumsi global.

Meski demikian, harga minyak mentah telah anjlok sekitar 5 persen dari puncak harga tertingginya awal bulan Januari ini. Pergerakan tersebut disinyalir akibat tingginya skeptisme pelaku pasar mengenai kesungguhan negara-negara terkait dalam mentaati kuota yang ditentukan, meski sebagian sudah melaksakannya. Selain itu, upaya menggenjot kenaikan harga minyak ini pun dikhawatirkan malah mendorong turun permintaan bagi komoditas energi utama ini, sehingga jadi bumerang.

Sebagaimana dikutip Reuters dari AB Bernstein, sebuah perusahaan riset dan manajemen investasi terkemuka di New York, "Untuk setiap kenaikan harga minyak sebesar $10 per barel, permintaan minyak akan menurun sebanyak 10 basis poin. Meski konsensus (analis) mengekspektasikan pertumbuhan minyak 1.3 juta bph pada tahun 2017 (lebih rendah dari 1.4 juta bph pada 2016), kami melihat risiko penurunan (lebih dari itu) seiring dengan termoderasinya pertumbuhan permintaan di China dan India."

Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa meski permintaan bahan bakar dari negara berkembang, termasuk China, masih terus meningkat karena pertambahan jumlah kendaraan. Akan tetapi, sebagian permintaan minyak selama dua tahun terakhir bersumber dari minat negara-negara tersebut untuk menimbun selagi harga murah. Kerisauan penurunan permintaan saat harga minyak naik, secara khusus ditujukan pada permintaan untuk mengisi cadangan minyak.


Berita Minyak Lainnya




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE