Menu

PMI Manufaktur Indonesia Anjlok Ke Terendah Sepanjang Masa

A Muttaqiena

Rilis laporan indeks PMI Manufaktur Indonesia oleh Markit Economics dan HSBC pagi ini (2/3) menunjukkan indeks PMI merosot ke level terendah sejak laporan tersebut mulai disusun. Angka indeks jatuh ke 47.50 pada bulan Februari 2015 dari 48.50 di bulan Januari.

Rilis laporan indeks PMI Manufaktur Indonesia oleh Markit Economics dan HSBC pagi ini (2/3) menunjukkan indeks PMI merosot ke level terendah sejak laporan tersebut mulai disusun. Angka indeks jatuh ke 47.50 pada bulan Februari 2015 dari 48.50 di bulan Januari. Angka tersebut lebih rendah dari level rendah sebelumnya, 47.60, yang tercatat di bulan Desember 2014.

Kesulitan Akses Seputarforex?
Buka melalui
https://bit.ly/seputarforex

Atau akses dengan cara:
PC | Smartphone

WASPADAI PENIPUAN
Mengatasnamakan Seputarforex!

Baca Selengkapnya Di Sini
×
  • Pasang Ekstensi VPN Di Browser
    • Search kata kunci "vpn" atau "proxy" di Mozilla AddOns atau Chrome Webstore.
    • Setelah menemukan salah satu vpn (contoh: browsec), klik "pasang" atau "tambahkan".
    • Aktifkan ekstensi.
Anda juga bisa mendapatkan info lebih detail di:
@seputarforex
@seputarforex.fanspage
@seputarforex
×

Cara Utama:
Unduh Aplikasi Seputarforex di Playstore.

Cara Alternatif:
Anda juga bisa mendapatkan info lebih detail di:
@seputarforex
@seputarforex.fanspage
@seputarforex


Data Indeks PMI Manufaktur Indonesia Juli 2012-Februari 2015

Purchasing Managers' Index, atau yang dikenal juga sebagai indeks PMI, adalah laporan ekonomi yang menarik kesimpulan dari survei bisnis, dan mengindikasikan iklim bisnis di sebuah negara dalam satu sektor tertentu dalam periode survei dilaksanakan. Dengan demikian, laporan indeks PMI Manufaktur Indonesia menghadirkan laporan pendahuluan bagi perusahaan, ekonom, dan analis, tentang kondisi sektor manufaktur di Indonesia. Indeks PMI disajikan dalam skala 100 dan median 50, dimana angka dibawah 50 menunjukkan kondisi kontraksi, sedangkan diatas 50 mengindikasikan ekspansi.

Kontraksi Berkelanjutan

Kondisi indeks PMI Manufaktur Indonesia yang telah berada dibawah ambang 50 dalam lima bulan berturut-turut menunjukkan kontraksi berkelanjutan, dan bahkan HSBC mencatat, kecepatannya agak terakselerasi. Output dan pesanan baru (new orders) jatuh paling drastis sejak survei mulai diadakan. Inventori kerja (backlogs) juga jatuh, dan ketenagakerjaan dipangkas lagi. Pemangkasan tenaga kerja ini telah dicatat dalam tujuh laporan indeks PMI terakhir berturut-turut.

Manurut laporan tersebut, penguatan Dolar AS terhadap Rupiah mengakibatkan harga barang impor terus meningkat, sehingga biaya input produksi makin membumbung. Namun demikian, persaingan ketat mengakibatkan perusahaan-perusahaan tak bisa membebankan seluruh kenaikan tersebut kepada konsumen. Permintaan yang lemah, termasuk rendahnya pesanan dari luar negeri, turut memperparah keadaan. Menghadapi tekanan dari berbagai arah, perusahaan-perusahaan nampaknya memutuskan untuk memangkas karyawan.

Rupiah Terus Tertekan

Nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan sepanjang bulan kedua tahun 2015 ini dengan kurs tengah Bank Indonesia tercatat pada 12,863 per Dolar AS pada hari perdagangan terakhir bulan Februari.


Data Kurs Rupiah Bank Indonesia Bulan Januari-Februari 2015

Pelemahan kurs Rupiah ini tak terlepas dari trend regional dan global. Penguatan Dolar AS secara global menekan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang, sedangkan perlambatan di beberapa bagian Dunia seperti China, Jepang, dan Eropa, berimbas pada menurunnya permintaan.

Sementara itu, pernyataan-pernyataan Bank Indonesia yang menyertai keputusan suku bunga dua pekan lalu mengindikasikan bahwa bank sentral Indonesia tersebut tidak akan melakukan intervensi selama nilai tukar yang lemah dinilai masih mendukung perbaikan defisit transaksi neraca berjalan. Bank Indonesia telah menegaskan bahwa pihaknya tidak mematok nilai tukar Rupiah pada level tertentu, dan akan membiarkan Rupiah bergerak sesuai dengan nilai fundamentalnya.





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE