Federal Reserve AS harus menunda kenaikan tingkat suku bunganya dari kisaran nol dalam jangka waktu yang lebih lambat dibandingkan dengan estimasi saat ini, mengingat tingginya ketidakpastian ekonomi. Selain itu, risiko yang dikandung apabila The Fed terlalu cepat menaikkan suku bunga, dianggap lebih berbahaya karena bisa jadi akan memaksa bank sentral untuk kembali memangkas tingkat suku bunganya.
Pandangan tersebut diuraikan dalam sebuah paper penelitian yang dibuat oleh Charles Evans, Presiden The Fed untuk wilayah Chicago, dirilis pada Kamis malam pekan lalu. Ketua The Fed Chicago yang juga memiliki hak suara dalam FOMC tahun ini menyatakan bahwa ketidakpastian tersebut memiliki pengaruh pada inflasi dan ketenagakerjaan.
Kredibilitas The Fed Dipertaruhkan
"Risiko terbesar yang kita hadapi saat ini adalah kondisi moneter yang mengalami kemajuan prematur dan terbatas," demikian tulis Evans dalam paper-nya. Penelitian ini dilakukan oleh Evans bersama peneliti-peneliti perbankan senior lainnya seperti Jonas Fisher, Francois Gourio, dan Spencer Krane. Mereka mengatakan, risiko yang terjadi apabila suku bunga terburu-buru dinaikkan adalah jatuhnya kredibilitas Bank Sentral AS karena apabila, maka mau tak mau mereka harus memundurkan kembali kebijakan ketat. Oleh karena itu, menurut Evans, cara yang terbaik adalah menahan kenaikan sampai pertumbuhan ekonomi benar-benar kuat dan inflasi sudah jelas kembali pada target yang telah diekspektasikan.
2018 Saja, Saat Inflasi 2% Tercapai
Dalam konferensi persnya minggu lalu pasca FOMC, Ketua The Fed Janet Yellen membuka kemungkinan adanya kenaikan suku bunga, secepat-cepatnya pada Juni tahun ini setelah melihat rapor sektor ketenagakerjaan AS yang terus membaik, walaupun tak menampik bahwa pihaknya akan tetap memandang sektor ekonomi lainnya.
Berkebalikan dengan Yellen, riset Evans justru menyebutkan bahwa suku bunga sebaiknya dinaikkan sekitar tahun 2018 saja, karena pada saat itu outlook inflasi 2 persen diperkirakan akan tercapai. Merespon riset Charles Evans The Fed ini, kekuatan Dolar pun mengendur terhadap mata uang-mata uang mayor lainnya akhir pekan lalu.