Dolar AS beredar di dekat level tinggi dua setengah bulan terhadap mata uang-mata uang mayor di pembukaan perdagangan sesi Asia Senin (26/10) hari ini setelah pelonggaran moneter yang diberlakukan oleh China pada akhir pekan lalu. Kondisi itu berakibat pada meningkatnya minat risiko dan menjulangkan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Pada hari Jumat lalu, Indeks Dolar AS berdiri tegak di posisi 97.201, level tertingginya sejak tanggal 12 Agustus. Di samping pasar forex, pasar saham di seluruh dunia pun bergejolak setelah kebijakan China untuk memotong suku bunganya lagi untuk keempat kalinya tahun ini. Kebijakan tersebut terjadi setelah Bank Sentral Eropa (ECB) mensinyalir bahwa pihaknya siap untuk menaikkan jumlah stimulusnya.
USD/JPY Melemah, EUR/USD Berjuang Di Level Rendah
Dolar AS memangkas puncak dua bulannya di angka 121.60 Yen pada Senin pagi ini, di saat Bank Sentral Jepang (BOJ) sedang memusatkan perhatian mereka pada menurunnya indikator-indikator ekonomi Jepang yang "mengipasi" bank sentral tersebut untuk kembali melonggarkan stimulus.
Sedangkan Euro berjuang keras di kisaran 1.0989 Dolar AS, level terendahnya sejak tanggal 11 Agustus. Imbal hasil obligasi sepuluh tahunan AS menanjak hampir 6 basis poin dalam pasar ekuitas hari Jumat lalu dan mengurangi permintaan atas aset-aset safe haven, sehingga menyediakan dukungan bagi Dolar AS.
Bukan Cuma The Fed
"Aksi harga yang terjadi menggarisbawahi adanya divergensi bahwa pusat skenario bullish Dolar AS sekarang tidak hanya dikendalikan oleh waktu pelaksanaan kenaikan tingkat suku bunga acuan The Fed, tapi juga oleh kebijakan-kebijakan bank sentral lain, yakni apa yang sedang dan apa yang akan mereka lakukan," tulis Marc Chandler, kepala ahli Strategi Mata Uang Global di Brown Brothers Harriman yang dikutip oleh Reuters. Menurul Chandler, divergensi ini belum sampai pada puncak. Puncaknya diperkirakan akan terjadi akhir tahun ini.