Perekonomian Jepang terkontraksi di kuartal ketiga akibat merosotnya investasi bisnis. Negara tersebut kembali tergelincir untuk kedua kalinya ke jurang resesi sejak Shinzo Abe diangkat sebagai PM Jepang pada Desember 2012.
Pertumbuhan Domestik Bruto (GDP) Jepang tahunan dilaporkan melorot 0.8 persen pada kuartal ketiga di hari Senin (16/11) ini menyusul revisi penurunan 0.7 persen pada kuartal kedua, sesuai dengan perkiraan yang banyak menyebutkan bahwa Jepang akan kembali resesi. Para ekonom telah mengestimasi penurunan GDP hingga 0.2 persen pada kuartal ketiga.
Kelemahan dalam investasi dan menyusutnya invetaris bisnis membawa pertumbuhan Jepang ke teritori kontraksi ditambah dengan lambatnya pertumbuhan di China dan lemahnya outlook perekonomian Jepang. Hal-hal tersebut membuat perusahaan-perusahaan di Jepang menjadi terlalu berhati-hati dalam memperhitungkan anggaran dan produksi.
Sementara pertumbuhan diekspektasikan naik pada kuartal ini, laporan GDP kali ini dapat memberikan tekanan bagi Abe dan Gubernur Bank Sentral Jepang (BOJ), Haruhiko Kuroda, untuk mendorong kebijkan fiskal dan stimulus moneter.
Yen Diburu Sebagai Safe Haven
USD/JPY justru melemah meski GDP Jepang melorot, dengan menurun 0.19 persen ke angka 123.37. Para investor sedang memburu yen sebagai safe haven hingga mata uang tersebut menguat setelah serangan teror yang terjadi di Paris hari Jumat lalu.
"BOJ harus bertindak sekarang apabila mereka memang fokus pada fundamental Jepnag: harga-harga terus merosot dan perekonomian tidak tumbuh, sehingga kecil harapan bagi ekspektasi kenaikan inflasi," tutur Atsushi Takeda, analis Itochu Corp. di Tokyo yang diwawancarai oleh Bloomberg. Meski demikian, Takeda mengakui bahwa apakah BOJ akan mengambil tindakan penambahan stimulus atau tidak, masih sulit untuk diperkirakan. Pengumuman suku bunga BOJ akan dirilis pada hari Kamis pekan ini.