Dolar Australia melangkah turun terhadap mata uang-mata uang mayor di hari Selasa (03/02) ini setelah Bank Sentral Australia (RBA) memutuskan untuk tetap menjaga tingkat suku bunga di rekor rendah. Dasar yang mereka gunakan untuk memutuskan kebijakan tersebut adalah rendahnya inflasi yang bisa memungkinkan penambahan stimulus.
RBA mempertahankan tingkat suku bunga acuan mereka di level 2 persen sesuai dengan ekspektasi dari 29 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg. Para pembuat kebijakan di bank sentral Australia itu diketahui telah memotong biaya pinjaman dari 2.75 persen yang merupakan level sejak akhir tahun 2011 demi menopang industri pertambangan Australia yang sudah mencapai sesi boom.
AUD/USD melemah 0.3 persen ke kisaran 0.7090 pada pukul 3:09 waktu Sydney setelah kebijakan dirilis. Pair mata uang tersebut sempat jeblok ke level rendah 0.6827 pada bulan Januari lalu.
RBA Cenderung Longgar
Menurut analisa dari Toshifumi Sugimoto, Kepala Investasi di Capital Asset Management Tokyo yang diwawancarai oleh Bloomberg, kebijakan moneter RBA ini mengimplikasikan adanya kemungkinan pemotongan suku bunga lebih lanjut. Akibatnya, Dolar Australia yang kemarin menguat akibat kebijakan pemotongan suku bunga BOJ, mengurangi tekanannya dan bergerak turun terhadap Dolar AS.
Dalam pernyataannya, Gubernur RBA Glenn Stevens, memang membuka peluang bagi kebijakan moneter yang lebih longgar, namun masih berpandangan optimis tentang perekonomian lokal. Menurut Stevens, dewan pembuat kebijakan bank sentral menetapkan adanya prospek yang beralasan untuk melanjutkan pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang masih mendekati target.
"Inflasi yang terus menerus rendah kemungkinan membuka lingkup kebijakan moneter longgar, dan akan disesuaikan dengan tingkat pinjaman." kata Stevens. Meskipun ungkapan Stevens tersebut lebih menyiratkan bahwa RBA akan melonggarkan kebijakan daripada mengetatkannya, sejumlah pengamat justru menganggap hal ini sebagai sinyal bahwa dalam waktu dekat, RBA akan kembali melonggarkan kebijakan.