Dalam notulen rapat yang dirilis oleh Bank Sentral Australia (RBA) Selasa (17/050 pagi ini, RBA memberikan sinyal bahwa inflasi Australia yang mengarah dalam deflasi pada bulan Maret lalu, tampaknya masih mungkin terjadi lagi sehingga RBA juga masih memiliki kesempatan untuk memotong suku bunganya.
Risalah untuk pertemuan yang sudah dilaksanakan di awal Mei lalu, mencatat bahwa RBA memotong suku bunganya menjadi sebesar 1.75 persen dari sebelumnya di 2 persen. Dewan pejabat RBA membahas masalah tren inflasi yang sedang berjalan dan outlook-nya diperkirakan akan mengalami penurunan.
Update AUD/USD
Pasca laporan mengenai notulen rapat RBA tersebut, AUD/USD diperdagangkan naik, karena rilis tersebut dianggap sebaga sinyal kuat akan pemotongan suku bunga lagi oleh RBA. AUD/USD diperdagangkan melejit di angka 0.7350 setelah kabar ini diumumkan, naik 0.59 persen dari angka 0.7294 dari level beberapa saat sebelum notulen RBA dirilis.
Namun sore ini pada pukul 16:00 WIB, AUD/USD tampak meluncur turun menghapus lonjakannya pagi tadi menuju level 0.7321 dari level puncak 0.7530. Efek sentimen dovish yang dibawa oleh RBA tadi mulai pudar dan pasar kembali fokus pada faktor makro, yakni melambatnya pertumbuhan China, negara partner perdagangan terbesar bagi Australia.
Menurut Boris Schlossberg dari BK Asset Management mengatakan, kemerosotan AUD/USD sore ini adalah karena akan dirilisnya data ketenagakerjaan Australia yang secara mengejutkan masih tangguh meskipun ekonomi China melambat. Namun, apabila nantinya data ketenagakerjaan Australia melambat, Schlossberg memperkirakan pasar akan kembali pada isu pemotongan suku bunga Australia dan berpotensi menekan Aussie.
RBA Sorot Tajam Rendahnya Inflasi
Merujuk pada hasil CPI Australia bulan Maret, dimana inflasi mundur ke angka 0.2 persen, dewan RBA mengatakan bahwa data tersebut merupakan data yang memiliki paling sedikit kemungkinan kesalahan pengukuran dibandingkan serangkaian data-data lainnya.
"Terlebih lagi, CPI yang lebih rendah daripada ekspektasi tersebut tidak dapat dijelaskan secara keseluruhan dengan adanya faktor-faktor temporer seperti rendahnya harga bahan bakar dan lemahnya dorongan naik pada harga yang makin meluas," tulis notulen tersebut.
RBA juga memberikan sinyal bahwa rendahnya inflasi berpotensi membenamkan pertumbuhan lebih dalam, walaupun para pengusaha Australia tidak berencana untuk membuat penawaran di bawah 2 persen. Di samping itu, RBA juga memmperkirakan akan adanya pertumbuhan yang agak melambat dibandingkan dengan tahun lalu.
"Akan tetapi, inflasi ternyata lebih lemah daripada perkiraan, dan ada kemungkinan merefleksikan pertumbuhan upah yang lebih rendah saat ini," kata RBA.