EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,335.33/oz   |   Silver 27.67/oz   |   Wall Street 38,085.80   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,079.03   |   Bitcoin 64,481.71   |   Ethereum 3,156.51   |   Litecoin 83.80   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 5 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 5 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 5 jam lalu, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 5 jam lalu, #Saham AS

Perang Harga OPEC vs AS Berlanjut, Perusahaan Minyak Berpotensi Jadi Tumbal

Penulis

Dalam beberapa bulan mendatang, analis memperkirakan perang harga antara para produsen minyak yang tergabung dalam OPEC versus perusahaan-perusahaan penambang minyak shale AS akan terus berlanjut.

Dalam beberapa bulan mendatang, analis memperkirakan perang harga antara para produsen minyak yang tergabung dalam OPEC versus perusahaan-perusahaan penambang minyak shale AS akan terus berlanjut.

Kesepakatan Nuklir Iran

Kesepakatan terbaru antara Iran dan Barat terkait dengan program nuklir-nya telah tercapai dan sempat menimbulkan kekhawatiran kalau itu akan mendorong harga minyak makin dalam seiring dengan mengalirnya minyak Iran yang sebelumnya diembargo ke pasar internasional. Segera setelah pengumuman tercapainya kesepakatan pada tanggal 2 April 2015, harga minyak Brent terpangkas 5%; namun dengan segera harga kembali ke kisaran $50 lebih per barel. Menurut Ante Batovich dari GlobalRiskInsights, dilihat dari isi kesepakatan yang sudah ada, proses untuk Iran memasarkan kembali minyaknya dengan bebas akan berlangsung bertahap, dan itu tidak akan mempengaruhi harga minyak dalam jangka pendek secara dramatis.

Tambang Minyak - ilustrasi

Kesepakatan yang telah tercapai tersebut belum final, karena sebuah perjanjian yang lebih komprehensif akan dibicarakan lagi pada bulan Juni, dan berbagai rintangan masih eksis antara Iran dengan peserta perundingan yang lain. Nyaris tidak mungkin Iran akan diizinkan untuk mulai mengekspor minyak-nya dengan bebas sebelum Juni; dan jikalaupun dibolehkan maka akan butuh waktu sekitar 6 bulan atau lebih sebelum kapasitas produksi penuh dan rantai ekspor dibangun kembali.

Karena itu, alih-alih kesepakatan nuklir Iran, pergerakan harga minyak dunia kemungkinan akan datang dari sisi yang berbeda.

 

Derita Perusahaan Minyak AS

Sejak OPEC memutuskan untuk tidak memangkas produksinya meski harga minyak merosot pada November 2014, perusahaan-perusahaan produsen minyak shale AS telah bergumul dengan harga minyak murah, dan kini banyak muncul pertanda pertahanan perusahaan-perusahaan ini mulai mencapai batas akhirnya.

Sebab utamanya ada pada tingginya biaya produksi, yang dalam banyak kejadian ternyata lebih tinggi dari harga minyak terkini secara signifikan. Akibatnya, para produsen minyak AS mengalami kesulitan untuk terus mengundang investasi. Eksplorasi dan eksploitasi minyak shale merupakan industri padat modal yang menuntut aliran dana terus menerus untuk bisa melakukan aktivitasnya. Di masa likuiditas tinggi yang didukung oleh stimulus Quantitative Easing (QE) the Fed dan harga minyak mahal, berinvestasi di sektor migas AS kedengarannya bagus. Namun demikian, dengan harga anjlok kebawah $60, maka argumen ini tidak lagi berlaku.

Sejak tahun 2012, revolusi minyak shale AS digerakkan bukan hanya oleh tingginya harga minyak, tetapi juga oleh obligasi-obligasi berbunga tinggi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan minyak shale kecil. Seiring dengan berkurangnya nilai produk yang dihasilkan dan meningkatnya bunga obligasi, mereka makin terancam gulung tikar.

Menurut forecast JP Morgan, jika periode harga minyak murah berlanjut, maka pada 2017 hingga 40% perusahaan energi AS yang telah menerbitkan 'obligasi sampah' tadi akan bangkrut. Padahal, Barclay dalam estimasi terpisah menampilkan bahwa 'obligasi sampah' perusahaan energi AS tersebut mencapai 17% dari total nilai pasar obligasi sampah AS.

Strategi Arab Saudi untuk "membunuh" sektor industri minyak shale AS dengan harga murah kemungkinan sekali akan berdampak kuat, dan dalam jangka panjang akan menstabilkan harga minyak pada kisaran $70-80 per barel. Di saat yang sama, hal ini akan membuat sektor energi AS menjadi lebih terkonsolidasi dan tangguh menghadapi fluktuasi harga melalui inovasi teknologi yang ditujukan untuk menekan biaya produksi dan mendukung keberlanjutan industri tersebut sebagai bagian dari pasar energi dunia.

Sementara itu, produksi minyak AS masih terus meningkat. Menurut Rystadt Energy consultancy, produksi minyak tahunan AS sudah bakal mencapai rekor tinggi sepanjang waktu sebesar 9.7 juta barel per hari pada bulan September. Ini menunjukkan bahwa perang harga antara OPEC dan produsen minyak AS bisa berlangsung lebih lama dari perkiraan, dengan harga minyak sepanjang tahun 2015 kemungkinan akan bertahan di kisaran $55 per barel atau lebih rendah dari itu, dan berpotensi terus berlangsung hingga memasuki 2016.

 



Diadaptasi dari artikel "Price War: OPEC Versus U.S Shale Likely To Continue Despite Iran Deal" oleh Ante Batovic for GlobalRiskInsights di OilPrice.com

Arsip Analisa By : Aisha
229104
Penulis

Aisha telah melanglang buana di dunia perbrokeran selama nyaris 10 tahun sebagai Copywriter. Saat ini aktif sebagai trader sekaligus penulis paruh waktu di Seputarforex, secara khusus membahas topik-topik seputar broker dan layanan trading terkini.