iklan | iklan |
US Dollar Index atau yang disingkat dengan kode USDX atau DXY adalah angka indeks yang merefleksikan sekaligus mengukur kekuatan mata uang US Dollar terhadap 6 mata uang utama dunia lainnya. Jika Anda trading di pasar saham, mungkin Anda sudah terbiasa dengan beberapa indeks harga saham penting seperti Dow Jones Industrial Average (DJIA), NASDAQ Composite Index, Nikkei 225, atau S&P 500. Jika pasar saham memiliki sebuah indeks sebagai ukuran, maka pasar forex juga punya ukuran indeks yang telah lama dikenal, yakni US Dollar Index atau USDX.
Apa saja mata uang dunia yang menjadi pembanding dalam US Dollar Index? Euro (EUR), Japanese Yen (JPY), British Pound (GBP), Canadian Dollar (CAD), Swedish Krona (SEK), dan Swiss Franc (CHF) adalah jawabannya. Meski hanya 6 mata uang yang tercantum, proses pengukuran US Dollar Index sejatinya membandingkan Greenback dengan mata uang 24 negara (19 negara di antaranya tergabung dalam Zona Euro). Bisa dibilang, US Dollar Index dapat dijadikan patokan bagi performa kekuatan Greenback secara umum.
Masing-masing mata uang dunia yang menjadi pembanding memiliki tingkat perekonomian berbeda-beda. Jadi dalam perhitungan US Dollar Index, pembobotan nilainya cukup bervariasi. Lihat saja Euro. Dengan 19 negara yang tercantum sebagai anggotanya, Euro memiliki bobot sebesar 56.7%. Peran Euro ini merupakan komponen terbesar dalam menghitung nilai DXY. Untuk bobot lengkapnya dapat Anda lihat pada tabel dan Gambar di bawah ini.
Jika disusun secara matematis, maka perhitungan bobot tersebut akan menghasilkan rumus sebagai berikut:
Karena mata uang Euro memiliki bobot lebih dari 50%, maka pasangan mata uang EUR/USD mempunyai korelasi negatif yang kuat terhadap US Dollar Index. Contohnya jika saat ini EUR/USD sedang menguat ke atas, maka sudah tentu USDX sedang turun ke bawah, begitu pula sebaliknya. Coba perhatikan grafik perbandingan nilai EUR/USD (diwakili dengan grafik line biru) dengan USDX (diwakili dengan line merah) di bawah ini.
Selain Euro, British Pound dan Japanese Yen merupakan pemegang bobot terbesar dari nilai USDX. Ketiganya memiliki hubungan keterkaitan yang besar satu sama lain. Namun beberapa ahli menyampaikan bahwa USD/JPY akan berperilaku sedikit berbeda dari Euro dan Pound. Faktor-faktor seperti karakter USD/JPY yang merupakan salah satu instrumen Safe Haven juga banyak memberikan pengaruh.
Hypervolatility melakukan perhitungan dengan metode statistik di antara USDX, EUR/USD, GBP/USD, dan USD/JPY, untuk mencari tingkat korelasinya jika dilihat berdasarkan harga maupun volatilitas pasar. Berikut hasil yang didapatkan:
Untuk menjelaskan lebih lanjut perihal data tersebut, koefisien korelasi merupakan metode statistik yang digunakan untuk mengukur hubungan keterkaitan linier antar suatu variabel dengan nilai dari -1 hingga 1. Tanda angka (1) menyatakan kuatnya korelasi antar 2 variabel, sedangkan tanda 0 mewakili tidak adanya hubungan antar keduanya. Keberadaan tanda minus (–) mewakilkan jika kedua variabel berbanding terbalik, sementara absensi tanda minus merepresentasikan hubungan yang berbanding lurus.
Koefisien kovarian menyatakan seberapa besar kemiripan perubahan antara 2 buah variabel yang bergerak bersama-sama. Nilai 0 melambangkan tidak hubungan pada pergerakan kedua variabel, sedangkan nilai di atas 1 melambangkan besarnya hubungan antara pergerakan kedua variabel.
Dari hasil yang didapat bisa dilihat, koefisien korelasi EUR/USD dengan USDX mencapai nilai -0.93, hanya berbeda 0.07 dari angka 1. Hal ini menyatakan bahwa keterkaitan antara EUR/USD dengan USDX sangat tinggi. Dari data juga didapatkan bahwa GBP/USD memiliki nilai korelasi yang jauh lebih tinggi daripada USD/JPY. Perhitugan koefisien kovarian pun mencerminkan hasil yang kurang lebih sama. Kesimpulannya, korelasi USD/JPY dengan USDX jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kedua "rekannya".
US Dollar Index mulai diperkenalkan pada bulan Maret 1973 sebagai langkah lanjutan untuk menyempurnakan sistem Bretton Woods. Dalam pembukaannya, USDX dibuka pada angka 100.000. Dalam perkembangannya, angka USDX tertinggi terjadi pada Februari 1985, yang nilainya sempat menyentuh 164.720. Sementara itu, level terendahnya dicapai pada Maret 2008 yaitu pada 70.698. Hingga saat ini artikel ini dituliskan, US Dollar Index masih tampak bertahan lama di bawah level 100.000.
Fed Inginkan Index Lain
Selain US Dollar Index, pada tahun 1998 lalu, The Fed ingin menambahkan satu Index lagi. Index ini ditujukan agar peta kekuatan Dolar AS terhadap mata uang lain dapat digambarkan dengan lebih akurat dan mendalam. Dari pemikiran ini, lahirlah Trade Weighted US Dollar Index. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Dolar AS akan dibandingkan dengan 27 pasangan mata uang. Index yang dikenal dengan nama DTWEXM ini memiliki bobot perhitungan pada setiap pasangan mata uangnya. Berikut daftar pasangan mata uang dan bobot yang digunakan untuk perhitungan Trade Weighted US Dollar Index:
Pada Index ini, dapat kita lihat bahwa China memiliki bobot tertinggi, sebesar 21.892% dari keseluruhan perhitungan. Sementara itu, Euro hanya berada pada peringkat kedua dengan bobot perhitungan sekitar 17%. Indonesia sendiri termasuk dalam perhitungan ini, tapi hanya menyumbang bobot 0.969%.
Penutup
Perbedaan utama Trade Weighted US Dollar Index dengan US Dollar Index hanyalah pada jumlah pasangan mata uang yang dijadikan patokan, serta bobot yang digunakan dalam perhitungan. Melihat kondisi perdagangan global saat ini, Trade Weighted US Dollar Index lebih dapat dijadikan patokan dalam melihat kondisi perekonomian AS. Namun, jika Anda adalah seorang trader forex yang aktif trading di pasangan mata uang mayor, maka US Dollar Index masih bisa menjadi pilihan terbaik.
Jika Anda ingin belajar lebih lanjut bagaimana menggunakan US Dollar Index dalam analisa trading forex, Anda bisa membacanya lebih lanjut pada pada artikel tips menggunakan US Dollar Index sebagai petunjuk open posisi. Anda juga bisa mengajukan pertanyaan langsung pada trader ahli di Seputarforex pada forum Tanya jawab berikut.
Komentar : 4