Bank Sentral Inggris kembali mempertahankan suku bunga acuan di level rendah dalam sebuah laporan pada hari Kamis (3/8) serta memangkas forecast pertumbuhan ekonomi dan upah, karena kondisi pasca Brexit dinilai membebani perekonomian.
BoE diperkirakan akan menaikkan suku bunga sedikit lebih besar dibandingkan ekspektasi ekonom selama tiga tahun ke depan. Namun, meski ada keinginan pada Bank Bank di Inggris untuk menjauh dari kebijakan ultra longgar pasca krisis finansial, banyak dari pejabatnya merasa sulit melakukannya tanpa membunuh pertumbuhan ekonomi.
BoE Pangkas Forecast Ekonomi, Sterling Anjlok
Bank Sentral Inggris melihat ada dampak cukup serius atas keluarnya Inggris dari Uni Eropa, terutama pada menurunnya Belanja Rumah Tangga. Padahal Belanja Rumah Tangga menjadi katalis utama pengerak pertumbuhan ekonomi Inggris.
Hal itulah yang mendorong BoE memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2017 menjadi 1.7 persen saja, atau turun bila dibandingkan proyeksi pada pertemuan Mei lalu yang sebesar 1.9 persen. Forecast GDP tahun 2018 mendatang juga dipangkas turun 0.1 persen menjadi 1.6 persen. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan tahun 2019 tetap dipertahankan pada level 1.8 persen.
Alhasil, berita ini membuat mata uang Sterling langsung anjlok terhadap Dollar AS hampir 1 persen pasca pernyataan Bank Sentral Inggris tadi sore. Saat ini pair GBP/USD berada di level 1.3117 (pukul 20:51 WIB), menjadi penurunan terbesar Sterling sejak pekan ke-3 bulan Juni lalu.
Apa Pernyataan Mark Carney?
Sebagai orang nomor satu di Bank Sentral Inggris, Mark Carney mengatakan ketidakpastian seputar Brexit berpotensi akan membebani pertumbuhan ekonomi.
"Penundaan Investasi Inggris yang berarti kapasitas ekonomi akan berkembang dalam laju lebih lambat, sehinggga memiliki dampak terhadap kebijakan moneter, tergantung dari trend permintaan", ucap Carney dalam sebuah Konferensi Pers.
Ekonom ScotiaBank, Alan Clarke, mengatakan kenaikan suku bunga BoE tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Ia mengatakan, "Hal yang paling mencolok bahwa mereka telah menurunkan prospek upah dan pertumbuhan, meskipun tingkat pengangguran di bawah ekspektasi."