Output industri, investasi, dan retail Tiongkok yang dilaporkan pada Rabu (11/03) siang ini, ketiganya meleset dari estimasi para analis pada bulan Januari dan Februari. Spekulasi bahwa Pemerintah China harus kembali menambah stimulus pun merebak bersama dengan data ini.
Produksi industri pabrikan China naik 6.8 persen dalam periode dua bulan, dibandingkan dengan tahun lalu. Data tersebut dikeluarkan oleh Biro Statistik Nasional China di Beijing, lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi median 7.7 persen yang dihitung oleh survei Bloomberg. Sementara itu, penjualan retail mengalami kenaikan 10.7 persen, di bawah ekspektasi 11.7 persen; dan investasi aset tetap hanya mampu mencetak kenaikan 13.9 persen dibandingkan dengan ekspektasi 15.0 persen.
Li Keqiang Turunkan Pertumbuhan
Perdana Menteri China, Li Keqiang, pada pekan lalu membidik target ekspansi pertumbuhan hanya sekitar 7 persen saja untuk tahun 2015. Estimasi tersebut, apabila tercapai, akan menjadi pertumbuhan Tiongkok yang paling lambat dalam kurun lebih dari 15 tahun.
Alasan Keqiang menurunkan target pertumbuhan ini ada hubungannya dengan utang, polusi, dan korupsi yang makin marak dan merusak perekonomian China. Bank Sentral juga sedang mencari cara untuk mengatasi kelambatan ini dengan memotong tingkat suku bunga (yang telah dilaksanakan dua kali) dan pengurangan reserve requirement perbankan dalam empat bulan terakhir.