EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,335.33/oz   |   Silver 27.67/oz   |   Wall Street 38,085.80   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,058.45   |   Bitcoin 64,481.71   |   Ethereum 3,156.51   |   Litecoin 83.80   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 5 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 5 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 5 jam lalu, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 6 jam lalu, #Saham AS

PMI Manufaktur China Kembali Terkontraksi Karena Dampak Tarif Dagang

Penulis

PMI Manufaktur China kembali ke jalur kontraksi di bulan Mei, terbebani oleh penurunan tajam pada pesanan ekspor akibat minimnya permintaan dari luar negeri.

Menurut laporan dari Departemen Statistik China pada hari Jumat (31/Mei), aktivitas manufaktur China di bulan Mei terperosok ke zona kontraksi untuk yang pertama kalinya dalam 3 bulan terakhir. Data PMI Manufaktur mencatatkan penurunan dari 50.1 ke 49.4, lebih rendah dari ekspektasi pelemahan ke 49.9.

PMI Manufaktur China Bulan Mei

Kemerosotan data PMI bulan Mei ini sekaligus menandai kembalinya aktivitas manufaktur ke zona kontraksi (di bawah 50.0), setelah sempat berhasil keluar pada bulan Maret lalu. Selama Desember 2018-Februari 2019, PMI Manufaktur China memang terjebak di zona kontraksi dan menyebabkan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi.

 

Kenaikan Tarif Dagang Picu Penurunan Ekspor

Kenaikan tarif impor AS dari 10 persen menjadi 25 persen atas barang-barang China senilai $200 miliar akhirnya berdampak buruk terhadap sektor ekspor China, yang ditengarai sebagai faktor utama penurunan PMI Manufaktur di bulan Mei. Tak tanggung tanggung, indeks pesanan ekspor China memperpanjang penurunan untuk bulan ke-12 secara beruntun. Yang terbaru, pesanan ekspor bulan Mei berada di level 46.5, anjlok cukup dalam dari level bulan April yang masih mencapai 49.2.

"Pesanan ekspor China kembali berkontraksi semakin dalam, yang menunjukkan bahwa kenaikan tarif terbaru sebesar 25 persen oleh AS mungkin sudah merusak permintaan dari luar negeri. Kami melihat beberapa risiko penurunan lebih lanjut dalam jangka pendek," kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di Capital Economics.

 

Ekonomi China Hadapi Hambatan Besar

Selain lemahnya aktivitas manufaktur, rilis data ekonomi lain seperti Output Industri dan Penjualan Ritel menunjukkan kondisi perekonomian China yang mengkhawatirkan. Padahal sebelumnya, pemerintah China sudah menggelontorkan stimulus secara masif untuk menggenjot perekonomian.

Konflik dagang dengan AS dinilai menjadi faktor yang mempersulit pemulihan ekonomi secara berkelanjutan. Apalagi, AS baru-baru ini semakin menyulut ketegangan dengan memasukkan Huawei dalam blacklist, dan berencana menambah tarif impor untuk barang-barang China lainnya. China yang tidak tinggal diam pun semakin mengipasi api perseteruan, sehingga banyak pihak mengkhawatirkan jika perang dagang tak akan usai dalam waktu dekat.

Apabila ketegangan AS-China terus memanas, maka ekonomi China akan semakin terhambat di semester kedua tahun ini. Hal itu kemungkinan dapat mendorong pemerintah China untuk melancarkan stimulus yang lebih besar guna menopang perekonomian.

288719
Penulis

Pandawa punya minat besar terhadap dunia kepenulisan dan sejak tahun 2010 aktif mengikuti perkembangan ekonomi dunia. Penulis juga seorang Trader Forex yang berpengalaman lebih dari 5 tahun dan hingga kini terus belajar untuk menjadi lebih baik.