Pound merosot untuk hari ketiga berturut-turut terhadap Dolar AS hari ini (24/2) hingga menyentuh $1.3965, level terendahnya sejak Maret 2009. Mata uang Inggris tersebut juga menurun terhadap Euro. Sterling terpantau melemah drastis sejak awal pekan setelah Walikota London yang juga salah satu politisi terpopuler, Boris Johnson, mengatakan pada hari Minggu bahwa ia akan berkampanye untuk mendukung pro Brexit.
Pound menderita tekanan sell besar-besaran di tengah kekhawatiran pasar akan dampak ekonomi jika referendum yang akan digelar pada 23 Juni mendatang ternyata menghantarkan pada keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Sterling telah merosot 2.9 persen terhadap Dolar AS dalam pekan ini saja. Sementara EUR/GBP menanjak naik 0.13 persen ke 0.7870, tidak jauh dari level tinggi satu tahun yang tersentuh pada 11 Februari lalu.
Menurut konglomerasi finansial Perancis, Credit Agricole, investor memandang ada kemungkinan 42% Inggris meninggalkan Uni Eropa. Demikian pula berdasarkan komentar terakhir Mark Carney, Gubernur bank sentral Inggris, Bank of England tengah mempersiapkan terjadinya kemungkinan itu, meskipun mereka tetap optimis akan kondisi ekonomi domestik.
Menurut analis BK Asset Management, Kathy Lien, Inggris kemungkinan akan tetap berada dalam Uni Eropa, tetapi dengan menerapkan persyaratan-persyaratan khusus. Sementara itu, antara sekarang hingga Juni, investor institusional dan korporasi akan tetap termotivasi untuk berjaga-jaga menghadapi kemungkinan terburuk dengan melakukan hedging terhadap kelemahan sterling, yang mana itu bisa mengakibatkan penurunan nilai mata uang tersebut lebih lanjut.