Pergerakan mata uang Dolar AS terpantau cukup stabil versus major currencies lain pada sesi perdagangan Asia hari Selasa (11/Juni). Minat risiko pelaku pasar cenderung kalem, menyikapi kabar mengenai peluang diberlakukannya tarif tambahan terhadap lebih banyak barang-barang China oleh Presiden Trump.
Pada saat berita ini ditulis, Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan Greenback terhadap enam mata uang utama lainnya bergerak di level 96.80, berada di jalur kenaikan dua hari berturut-turut. Dolar AS berupaya untuk pulih setelah sempat terperosok hingga 1.2 persen sepanjang pekan lalu, karena dipicu oleh meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pasca data NFP Mei yang berada jauh di bawah ekspektasi.
Trump Kembali Ancam China Soal Tarif Dagang Tambahan
Pada hari Senin (10/Juni) kemarin, Presiden Trump mengatakan bahwa ia siap menaikkan tarif impor barang-barang China senilai $300 miliar pada awal Juli mendatang, apabila kesepakatan baru dengan Presiden Xi Jinping gagal tercapai pada pertemuan KTT G20 di Osaka.
"Kami dijadwalkan akan mengadakan pertemuan dengan China. Saya pikir hal-hal menarik akan terjadi. Mari kita lihat saja nanti apa yang akan terjadi," kata Trump saat diwawancari reporter di Gedung Putih.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa pihaknya terbuka untuk pembicaraan perdagangan dengan AS, tetapi tidak merinci kepastian pertemuan. Sebagian ekonom merasa skeptis bahwa AS akan mencapai kesepakatan dengan China apabila kedua negara benar-benar mengadakan pembicaraan dagang di Osaka nanti. Pasalnya, pada perundingan terakhir bulan lalu saja, kedua belah pihak tidak menemukan kesepakatan.
"(Kesepakatan) ini mungkin tidak akan terjadi jika pihak China berpikir tidak ada gunanya mengadakan pertemuan karena pendapat kedua belah pihak sudah bersebrangan dari awal. Trump telah menegaskan pasti ada pertemuan, tetapi belum ada kejelasan apakah China bersedia," ujar Yukio Ishizuki, ahli strategi mata uang senior di Daiwa Securities.