EUR/USD 1.072   |   USD/JPY 156.820   |   GBP/USD 1.256   |   AUD/USD 0.656   |   Gold 2,285.02/oz   |   Silver 26.71/oz   |   Wall Street 37,815.92   |   Nasdaq 15,657.82   |   IDX 7,234.20   |   Bitcoin 60,636.86   |   Ethereum 3,012.29   |   Litecoin 79.50   |   USD/CHF berada di atas level 0.9100, perhatian tertuju pada keputusan kebijakan The Fed, 1 hari, #Forex Teknikal   |   Pound Sterling Kesulitan menemukan arah menjelang keputusan the Fed, 1 hari, #Forex Fundamental   |   Fokus pada data Inflasi dan PDB zona Euro jelang peristiwa-peristiwa penting minggu ini, 1 hari, #Forex Fundamental   |   Penjualan ritel Jerman naik 0.3% YoY di bulan Maret versus -2.7% sebelumnya, 1 hari, #Forex Fundamental   |   PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) telah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat untuk melakukan divestasi atau pelepasan unit bisnis GoTo Logistics (GTL), 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Astra International Tbk. (ASII) mencatatkan penurunan pendapatan pada kuartal I/2024, turun 2.13% menjadi Rp81.2 triliun, 1 hari, #Saham Indonesia   |   Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) akan melaksanakan RUPS pada 3 Mei 2024 yang diperkirakan memutuskan alokasi dividen, 1 hari, #Saham Indonesia   |   S&P 500 stabil pada 5,144, sementara Nasdaq 100 mendatar di 17,908 pada pukul 19:09 ET (23:09 GMT). Dow Jones turun sedikit menjadi 38,543, 1 hari, #Saham AS

Ketidakpastian Terkait China Akan Berlanjut, Mengapa?

Penulis

Saat IMF menetapkan Renminbi menjadi bagian dari kelompok mata uang SDR, banyak pihak meragukan kemantapan mata uang ini di pentas internasional. Dua kali suspensi pasar modal China serta devaluasi Renminbi pekan ini seakan membenarkan keraguan tersebut.

Saat IMF menetapkan Renminbi memenuhi kriteria untuk menjadi bagian dari kelompok mata uang SDR di November 2015, banyak pihak meragukan kemantapan mata uang ini di pentas internasional. Dua kali suspensi pasar modal China serta devaluasi Renminbi pekan ini seakan membenarkan keraguan tersebut. Namun masih ada beberapa alasan lagi mengapa ketidakpastian terkait negeri berekonomi terbesar kedua di dunia tersebut bisa terus berlanjut dalam tahun 2016.

Renminbi - ilustrasi

 

Cash Outflow Versus Devaluasi

The New York Times mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, China telah mulai mengizinkan, bahkan mendorong, perusahaan-perusahaan dan investor untuk menanamkan lebih banyak dana mereka di luar negeri guna mengurangi tekanan deflasioner di dalam negeri akibat overinvestment dan overcapacity. Langkah tersebut jugalah yang membuat negeri beribukota di Beijing itu berhasil meningkatkan pengaruhnya di seluruh dunia.

Namun demikian, laju dana meninggalkan China (cash outflow) disebut-sebut terlalu kencang pada musim dingin kemarin, sehingga bank sentralnya (PBOC) merespon dengan berupaya mendevaluasi mata uangnya dalam tiga pekan terakhir. Dengan Renminbi terdevaluasi, maka harapannya ekspor China ke luar negeri tergenjot sementara investasi di luar negeri jadi lebih mahal dan kurang menarik.

Renminbi per Dolar AS

Tapi, hasilnya malah makin kacau. Dengan Renminbi makin melemah, perusahaan dan investor China malah makin khawatir kalau-kalau nilai yuan mereka makin merosot, sehingga memicu capital flight yang memperburuk kemelut.

 

Circuit Breaker Ibarat Bumerang

Awal tahun ini, China mengimplementasikan "circuit breaker" yang bisa secara otomatis menyetop perdagangan di pasar modal ketika harga saham merosot terlalu tajam. Tepatnya, suspensi 15 menit akan terjadi jika CSI300, indeks yang merekam 300 saham terbesar, jatuh 5 persen. Selanjutnya, trading pada hari terkait akan terhenti sepenuhnya jika indeks tersebut ambrol 7 persen. Sistem ini ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar saham. Tetapi, ini pun sepertinya malah jadi bumerang.

Kemarin (7/1), bukan hanya PBOC mendevaluasi Renminbi, tetapi kepanikan merebak akibat trading di-stop hanya 30 menit setelah pembukaan. Suspensi dini tersebut terjadi setelah CSI300 merosot 7.2 persen dan Shanghai Composite turun 7.3 persen. Lebih kacau lagi, kebijakan lain yang melarang pemegang saham besar untuk menjual sahamnya juga dijadwalkan kadaluarsa pada Jumat ini, sehingga investor kecil (spekulator) pun buru-buru melepas sahamnya karena memperkirakan pasar akan segera ambrol lagi. Praktis, pasar makin kebingungan, dan dampaknya menjalar ke pasar-pasar saham lainnya.

Segera setelah rentetan kejadian itu, China menghentikan penggunaan circuit breaker untuk sementara. Mereka juga memperpanjang larangan jual saham bagi pemilik saham besar hingga tiga bulan ke depan. Secara tidak langsung, banting stir ini mengindikasikan regulator "mengaku salah langkah", tetapi seiring dengan itu, ketidakpastian pun diperpanjang.

 

Perlambatan Berakar Di Manufaktur

Selama sepuluh bulan terakhir, PMI Manufaktur Caixin yang mengukur performa sektor manufaktur berdasarkan survei atas 430 perusahaan di China, menunjukkan terjadinya kontraksi dengan angka indeks konsisten dibawah 50.

PMI Manufaktur Caixin

Penelitian dengan sampel yang lebih besar pun tak memperlihatkan profil yang lebih cerah. Gan Jie, Direktur Center on Finance and Economic Growth di Cheung Kong Graduate School of Business (Beijing), mengatakan pada New York Times bahwa dalam empat kuartal terakhir, hanya 2-3 persen perusahaan melakukan ekspansi. Simpulan tersebut ditarik dari sebuah survei kuartalan atas 2,000 perusahaan manufaktur dan industri lain di China.

Selama bertahun-tahun, solusi atas kelemahan ekonomi di China adalah stimulus. Itulah yang dilakukan saat krisis 2008, dan itu pula yang dilakukan pemerintahnya dalam beberapa bulan terakhir. Stimulus moneter maupun fiskal meliputi pembangunan infrastruktur, pemotongan suku bunga dan injeksi dana ke sistem finansial terus dilakukan. Pertanyaannya, sampai kapan strategi seperti ini bisa berjalan?

 

Status SDR Jadi Pedang Bermata Dua

Kemarin, PBOC menetapkan nilai yuan yang lebih rendah untuk kedelapan sesi berturut-turut hingga Renminbi turun 1 persen lagi terhadap Dolar AS dalam pekan pertama tahun 2016 setelah merosot 5 persen di 2015. Indikasi intervensi juga kabarnya muncul dalam perdagangan offshore yuan. Langkah-langkah itulah yang disinyalir mencuatkan kepanikan awal.

Mengontrol nilai tukar mata uang bukanlah sesuatu yang mudah. Selain dibutuhkan cadangan valas yang luar biasa besar, mempertahankan nilai tukar dalam kisaran yang optimal bagi keseimbangan makro cukup rumit untuk dilakukan. Bagi PBOC, hal yang rumit ini akan makin berliku. Dengan status Renminbi yang akan menjadi bagian dari kelompok SDR mulai 1 Oktober 2016, maka secara tidak langsung China memberikan peran yang lebih besar bagi pasar untuk menentukan nilai tukar. Jika sudah demikian, maka alternatif kebijakan seperti apa yang akan diterapkan?

 

257863

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.