EUR/USD 1.074   |   USD/JPY 156.530   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,338.13/oz   |   Silver 27.24/oz   |   Wall Street 38,262.07   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,036.08   |   Bitcoin 63,755.32   |   Ethereum 3,130.16   |   Litecoin 87.99   |   USD/CHF menguat di atas level 0.9100, menjelang data PCE As, 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Ueda, BoJ: Kondisi keuangan yang mudah akan dipertahankan untuk saat ini, 16 jam lalu, #Forex Fundamental   |   NZD/USD tetap menguat di sekitar level 0.5950 karena meningkatnya minat risiko, 16 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/JPY melanjutkan reli di atas level 167.50 menyusul keputusan suku bunga BoJ, 16 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 22 jam lalu, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 22 jam lalu, #Saham AS

PM Inggris Tersandung Skandal, Pound Tetap Tangguh

Penulis

Boris Johnson menghadapi desakan dari kalangan partainya sendiri dan partai oposisi agar mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri (PM) Inggris.

Seputarforex - Pound sterling melanjutkan relinya terhadap beragam mata uang mayor lain dalam perdagangan hari Kamis ini (13/Januari) meskipun muncul skandal politik baru yang melibatkan PM Inggris Boris Johnson. Depresiasi dolar AS memberikan peluang bagi GBP/USD untuk kembali menggapai level 1.3740 (tertinggi sejak akhir Oktober), sedangkan EUR/GBP terus tertekan dekat rekor terendah dua tahun.

GBPUSD DailyGrafik GBP/USD Daily via TradingView

Sesuai prakiraan sejumlah analis tahun lalu, kepemimpinan PM Boris Johnson menghadapi tantangan baru tahun ini. Pada hari Senin, muncul kabar bahwa sekretarisnya menebar undangan kepada lebih dari 100 staf Downing Street No. 10 untuk menghadiri "pesta minum-minum" pada 20 Mei 2020. Email tersebut mencantumkan "bawa miras sendiri" dan "menikmati cuaca yang indah". Padahal, waktu itu bertepatan dengan diberlakukannya masa lockdown ketat pertama di Inggris dan pemerintah melarang warga masyarakat kumpul-kumpul lebih dari 2 orang.

Johnson awalnya menolak berkomentar terkait email tersebut. Namun, ia kemarin terpaksa mengakui di hadapan Parlemen Inggris bahwa ia mengetahui dan telah menghadiri pesta minum-minum tersebut karena mengira acara tersebut merupakan "work event". Konsekuensinya, muncul desakan dari kalangan partainya sendiri dan partai oposisi agar ia mengundurkan diri.

Pada hari Rabu, pengadilan London juga menjatuhkan vonis "melanggar hukum" atas tindakannya memberikan kontrak APD pemerintah kepada koneksi politiknya pada tahun 2020. Kontrak senilai GBP500 juta diduga diberikan kepada perusahaan PestFix dan hedge fund Ayanda Capital tanpa melewati prosedur yang semestinya.

Terlepas dari beragam prahara tersebut, momentum bullish pound sterling berlanjut. Sejumlah analis menilai peluang lengsernya Johnson cukup minim selama ia bersikeras menolak mengundurkan diri. Sedangkan sebagian lagi menilai pasar kemungkinan justru lebih menyambut baik orang-orang yang berpotensi menggantikan Johnson dari partai Konservatif.

"Sterling mengabaikan risiko politik dengan meluncur ke level tertinggi baru dua bulan terhadap USD," kata Joe Manimbo, analis senior dari Western Union Business Solutions, "Ketangguhan pound merupakan sinyal bahwa pasar saat ini menilai risikonya rendah bagi Johnson untuk mengundurkan diri akibat kontroversi ini."

Jeremy Stretch, pakar strategi dari CIBC Capital Markets, sependapat. Katanya, "Meskipun masa depan politik PM Inggris Johnson tampak semakin ruwet, Sterling tetap berada di puncak papan peringkat kinerja G10 satu bulan. Dengan pemilu Inggris diperkirakan tidak terjadi hingga 2024, risiko politik yang mendasarinya tidak perlu dilebih-lebihkan."

Perlu diketahui bahwa Inggris menganut sistem pemerintahan parlementer. Masyarakat memilih anggota parlemen dalam pemilu, kemudian anggota parlemen memilih Perdana Menteri. Mengingat partai Konservatif telah memenangkan pemilu terakhir, mereka masih memegang kuasa untuk memilih Perdana Menteri pengganti seandainya Boris Johnson kehilangan dukungan. Pergantian Perdana Menteri Inggris tidak membutuhkan gelaran pemilu lagi, sebagaimana terjadi saat Johnson menggantikan Theresa May pada 2019.

Download Seputarforex App

297128
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.