Notulen rapat bank sentral Jepang (BoJ) yang dipublikasikan hari ini (24/Desember) menunjukkan bahwa perdebatan seputar pro-kontra kebijakan moneter ultra-longgar masih terus berlangsung. Beberapa anggota mengatakan BoJ harus bekerjasama dengan pemerintah untuk melancarkan kebijakan fiskal yang dapat menanggulangi perlambatan ekonomi, karena ekspansi kebijakan moneter bakal membawa risiko tinggi. Salah satu anggota dewan BoJ memeringatkan bahwa asuransi jiwa akan kesulitan memenuhi kewajiban mereka jika suku bunga super rendah terus dipertahankan.
Dalam rapat kebijakan yang diadakan pada Oktober 30-31, BoJ sempat mengisyaratkan kemungkinan memangkas suku bunga lagi demi mencegah dampak perlambatan global terhadap perekonomian domestik. Namun, notulen menunjukkan bahwa opsi tersebut belum tentu diambil. Para anggota dewan kebijakan BoJ semakin memandang penting kebijakan fiskal untuk memerangi perlambatan ekonomi, dikarenakan semakin tidak efektifnya kebijakan moneter ultra-longgar yang telah diterapkan selama bertahun-tahun.
"BoJ harus bersiap untuk (menghadapi) perlambatan ekonomi berikutnya karena (ada kemungkinan tersebut) di antara skenario risiko. Denagn melakukan hal itu, penting untuk tidak hanya mengambil langkah kebijakan moneter, tetapi memperkuat kerjasama dengan pemerintah (misalnya melalui kebijakan fiskal)," demikian disebutkan oleh salah satu anggota dewan BoJ dalam notulen tersebut.
Sembilan anggota dewan kebijakan BoJ saat ini masih terpecah dalam memandang perlunya ekspansi kebijakan moneter longgar. Sebagian menilai masih ada ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter, tetapi sebagian lainnya semakin khawatir terhadap dampak buruk dari kebijakan moneter yang terlalu longgar.
Salah satu anggota faksi kedua mengatakan, "Jika yield jangka panjang tetap berada sekitar level saat ini untuk periode yang lama, asuransi jiwa dapat menghadapi kesulitan untuk mempertahankan provisi bagi produk asuransi... dan kemungkinan tidak bisa memenuhi kewajiban sosial mereka."