Dolar New Zealand menderita kemerosotan dua hari beruntun karena terimbas oleh memburuknya minat risiko pasar global. Proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (brexit) tersandung manuver politik parlemen Inggris, sementara hubungan AS-China kembali mendingin. Kedua situasi ini menimbulkan kegelisahan, meskipun aksi risk-off besar-besaran belum tampak. Saat berita ditulis pada awal sesi Eropa (25/Oktober), NZD/USD telah mencetak pelemahan harian sekitar 0.2 persen di kisaran 0.6370-an.
Pada sesi New York kemarin, Wakil Presiden AS Mike Pence menyampaikan serangkaian kritik pedas terhadap kebijakan pemerintah China. Diantaranya termasuk praktek dagang yang merusak, dipenjarakannya minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, dan upaya Beijing memupus simpati korporat bagi demonstran pro-demokrasi Hong Kong.
Dalam pidato yang sama, ia mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump tetap optimistis terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan perdagangan dengan China. Namun, Pence juga menegur Nike atas tuduhan "menanggalkan kesadaran sosialnya" karena berbisnis dengan China.
"Dalam semalam, ada peningkatan nada risk-off sedikit dari Wakil Presiden Pence," ujar Imre Speizer, seorang pakar strategi dari Westpac, sebagaimana dikutip oleh New Zealand Herald. Namun, ia mengaku, "Saya terkejut pasar bereaksi terhadap (pidato Mike Pence) itu, karena sebelumnya sudah dicatat bahwa Pence memainkan tokoh jahat (agar Trump bisa menjadi tokoh baik ketika bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Chili bulan depan untuk menandatangani kesepakatan dagang fase-1 -red)."
Dolar New Zealand ikut terpengaruh oleh dinamika hubungan AS-China, karena negeri ini termasuk mitra dagang utama negeri Panda. Selain itu, Kiwi sangat sensitif terhadap minat risiko pasar global. Semakin buruk sentimen pasar, maka semakin berat pula tekanan terhadap Dolar New Zealand.
Pada hari Kamis, NZD/USD juga tumbang cukup dalam karena diseret oleh kasak-kusuk seputar brexit. Akan tetapi, beragam dinamika politik eksternal kemungkinan akan tergeser dari sorotan pasar dalam pekan depan, sehubungan dengan jadwal rilis kebijakan moneter sejumlah bank sentral dunia.