Harga minyak mentah menanjak pada sesi Asia hari Kamis (18/2) setelah Iran dilaporkan menyambut baik rencana Rusia dan Arab Saudi untuk membatasi maksimum produksi minyak mereka. Meski demikian, analis mengatakan bahwa sambutan baik tersebut tidak lantas berarti Iran akan melakukan hal yang sama, dan belum tentu juga akan menghantarkan pada pemangkasan produksi minyak global.
Pada sesi Asia, minyak berjangka Brent LCOc1 naik ke 34.71 Dolar AS per barel, hanya sedikit lebih rendah dari level tinggi intraday pada 34.99 Dolar. Sementara WTI CLc1 pulih ke 31.20 Dolar AS per barel, setelah sempat menyentuh level tinggi 31.49 Dolar.
Restu Iran
Harga minyak mentah sempat tergelincir setelah kesepakatan pembekuan output minyak pada level produksi bulan Januari oleh Rusia dan Arab Saudi tercapai di Doha awal pekan ini. Namun harga energi vital tersebut kembali bangkit kemarin malam, dan terus berlanjut hingga tadi pagi.
Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh, bertemu dengan para petinggi lainnya dari Venezuela, Irak, dan Qatar selama hampir tiga jam di hari Rabu dalam upaya untuk mencapai kesepakatan baru guna mengendalikan output dan menyangga harga minyak. Setelah pertemuan tersebut, Zanganeh mengatakan bahwa pihaknya mendukung upaya negara-negara anggota OPEC untuk menjaga agar harga tetap stabil, namun ia tidak menyatakan Iran akan melakukan pembatasan output serupa.
Ini berkebalikan dengan kabar sehari sebelumnya dimana perwakilan Iran untuk OPEC, Mehdi Asali, menyebut "tidak logis" bila Iran diminta untuk membekukan produksi juga.
Tetap Volatile
Sejumlah analis pun berpendapat, pasar telah bereaksi berlebihan menyusul kabar restu Iran pada kesepakatan Rusia-Saudi tersebut, karena persetujuan itu dinilai tidak akan mengurangi surplus pasokan minyak dunia saat ini.
Ric Spooner, kepala analis pasar di CMC Market Sydney mengatakan pada Reuters, "Saya sehati dengan pandangan konsensus bahwa para produsen minyak kemungkinan tidak akan mencapai kesepakatan (untuk memangkas produksi), dikarenakan perlunya pemenuhan dua persyaratan. Pertama, kenaikan harga berapapun perlu mengimbangi kerugian yang dialami akibat pengurangan volume -pemangkasan produksi harus bermakna- cukup besar untuk mencapai kenaikan harga secara substansial. Dan itu harus melibatkan semuanya -semua pemain besar. Dan itu akan sulit untuk terpenuhi."
Spooner menilai, harga minyak kemungkinan akan tetap volatile, seirama dengan reaksi para trader dan investor terhadap berita-berita dan rumor seputar kemungkinan pemangkasan produksi.
Sementara itu, US Energy Information Administration (EIA) akan merilis laporan mingguannya malam nanti, dimana diestimasikan inventori minyak AS akan naik sebanyak 3.9 juta barel dalam sepekan yang berakhir pada 12 Februari. Jika estimasi tersebut cocok dengan data aktual, maka harga minyak berpotensi merangkak naik lebih tinggi lagi pasca rilis data tersebut.