Advertisement

iklan

EUR/USD 1.087   |   USD/JPY 149.210   |   GBP/USD 1.272   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,161.87/oz   |   Silver 25.23/oz   |   Wall Street 38,790.43   |   Nasdaq 16,103.45   |   IDX 7,353.61   |   Bitcoin 67,548.59   |   Ethereum 3,517.99   |   Litecoin 87.11   |   McDonald's (NYSE:MCD) mengalami masalah teknologi global yang signifikan pada hari Jumat, menyebabkan gangguan operasional di berbagai lokasi internasional, termasuk AS, Australia, Inggris, Jepang, dan Hong Kong, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,207, sementara Nasdaq 100 turun 0.3% menjadi 18,181 pada pukul 19:06 ET (23:06 GMT). Dow Jones turun tipis menjadi 39,218, 1 jam lalu, #Saham AS   |   Michael S. Dell, CEO Dell Technologies Inc (NYSE: DELL), baru-baru ini telah menjual sejumlah besar saham di perusahaan tersebut. Ia membuang saham senilai lebih dari $145 juta dalam serangkaian transaksi, 1 jam lalu, #Saham AS   |   Reddit dan YouTube Google menghadapi tuntutan hukum yang meminta mereka bertanggung jawab karena membantu memungkinkan supremasi kulit putih membunuh 10 orang kulit hitam pada tahun 2022, 1 jam lalu, #Saham AS

Trump Ingkari Kesepakatan Nuklir Iran, Harga Minyak Terbang

Penulis

Harga minyak mentah Brent dan WTI dibuka melambung pada sesi perdagangan awal pekan ini, akibat mencuatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran.

Advertisement

iklan

Advertisement

iklan

Seputarforex.com - Harga minyak dibuka melambung pada sesi perdagangan awal pekan ini (16/Oktober), akibat mencuatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran. Selain itu, penurunan jumlah oil drilling rigs di negeri Paman Sam pun turut mendukung kenaikan harga.

Trump Ingkari Kesepakatan Nuklir Iran Harga Minyak Terbang

Saat berita ditulis, harga minyak Brent naik 1.21% ke kisaran $57.85 per barel dari harga penutupan pekan lalu. Harga minyak WTI pun menanjak 0.92% ke sekitar $51.91 per barel dibanding penutupan hari Jumat. Pasalnya, para trader mengkhawatirkan kemungkinan diperbaruinya sanksi ekonomi atas Iran oleh Amerika Serikat.

 

Iran Terancam Kena Sanksi Lagi, AS Selisih Pendapat Dengan Eropa

Presiden Donald Trump menentang sekutunya dengan secara sepihak mementahkan kesepakatan nuklir Iran (JCPOA/Joint Comprehensive Plan of Action) yang tercapai pada tahun 2015 di bawah Presiden Obama dan ditandatangani bersama Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan Uni Eropa. Trump menolak mengakui pernyataan pemantau internasional bahwa Iran telah mentaati semua aturan dalam kesepakatan tersebut --yang merupakan prasyarat untuk dilanjutkannya pencabutan sanksi ekonomi atas Iran.

Trump menuduh Iran "tidak menunjukkan semangat" kesepakatan nuklir. Ia menilai Iran telah mengacaukan situasi di Syria, Yaman, dan Irak, serta menyatakan bahwa ia akan memastikan Teheran tak pernah mendapatkan senjata nuklir. Pernyataan-pernyataan tersebut dipuji oleh Israel, tetapi dikritisi oleh sekutu AS di Eropa.

Eropa memperingatkan akan pecah kongsi dengan AS dalam posisi mereka menyikapi kesepakatan nuklir Iran, serta bahwa Trump telah merendahkan kredibilitas AS di luar negeri. Apalagi karena pemantau internasional telah menyatakan Iran sepenuhnya mentaati aturan.

"Komitmen-komitmen terkait nuklir yang disetujui Iran di bawah JCPOA telah diimplementasikan," tegas Yukiya Amano, Direktur Jenderal IAEA (International Atomic Energy Agency).

Menanggapi penyataan Trump, Iran pun murka. Di televisi Iran pada hari Jumat, Presiden Hassan Rouhani menyatakan pihaknya berkomitmen tinggi pada kesepakatan tersebut, dan menuding Trump melontarkan tuduhan tanpa bukti. Katanya, "Negara Iran tidak pernah dan tidak akan tunduk pada tekanan asing manapun."

Berdasarkan perundangan AS, Presiden harus memberikan sertifikasi setiap 90 hari pada Kongres, bahwa Iran telah memenuhi kesepakatan. Karena Trump menolak memberikan sertifikasi tersebut, maka Kongres AS kini memiliki waktu hingga 60 hari ke depan untuk memutuskan apakah akan kembali menerapkan sanksi ekonomi atas negara yang beribukota di Teheran itu atau tidak.

 

Akan Mengusik Pasar Minyak

Sejumlah analis yang dikutip Reuters menyatakan bahwa mereka tak mengekspektasikan perbaruan sanksi atas Iran akan memberikan dampak besar, terutama karena AS saat ini bertindak sendirian. Namun demikian, langkah itu akan mengusik pasar minyak.

"Jika Iran ditemukan melanggar kesepakatan nuklir mereka dan persetujuan dagangnya dicabut, (maka) itu akan menjadi katalis terbesar untuk pergerakan naik harga minyak," ujar Shane Chanel dari ASR Wealth Advisers.

Di sisi lain, produksi minyak mentah di AS agaknya tersandung kembali, meski musim badai sudah berlalu. Jumlah oil drilling rigs dalam periode sepekan yang berakhir tanggal 13 Oktober, turun dari 748 ke 743. Ini merupakan angka terendah sejak awal Juni dalam histori laporan mingguan Baker Hughes.

280588
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.


Andri
Bagaimana seandai nya indonesia menahan eskport minyak. Dan kita timbun dinegri sendiri , klau perlu kita produksi sendiri tanpa membeli minyak siap pakai dari negara lain. Thanks..!