Harga minyak mentah Brent mapan di kisaran $50 per barel dan WTI di level harga $49 pada perdagangan awal hari Jumat ini (3/6) pasca berakhirnya rapat OPEC di Wina, Austria. Tak ada kesepakatan signifikan yang tercapai dalam kesempatan tersebut. Namun, jaminan dari Menteri Energi Arab Saudi yang menyatakan bahwa mereka takkan melakukan tindakan mengejutkan, dianggap positif.
Al Falih Tenangkan Pasar
Ketegangan antara Arab Saudi dan Iran kembali terasa di Wina kemarin, dan untuk pertama kalinya OPEC gagal menyepakati target kuota produksi tertentu. Namun demikian, Menteri Energi baru Arab Saudi, Khalid Al Falih, dilaporkan menunjukkan sikap yang lebih ramah, dan Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh pun tak begitu banyak mengkritik kebijakan Saudi.
Negara-negara OPEC nampak mampu berkompromi dengan terpilihnya Mohammed Sanusi Barkindo dari Nigeria sebagai Sekretaris Jenderal OPEC untuk menggantikan Abdallah Salem El-Badri dari Libya yang sudah menduduki kursi tersebut sejak 2007, efektif mulai tanggal 1 Agustus 2016. Sebelumnya, beberapa kali rapat OPEC selalu gagal menyepakati siapa yang akan menggantikan El-Badri.
Selain itu, meskipun tak ada kesepakatan kuota, Al Falih melontarkan beberapa pernyataan yang agaknya diharapkan dapat meredam kecemasan pasar. Pada reporter pasca pertemuan OPEC, ia mengatakan, "Kami akan sangat berhati-hati dalam pendekatan kami dan memastikan bahwa kami tidak mengejutkan pasar dengan cara apapun."
Lebih lanjut, saat ditanya tentang apakah Saudi akan mengakselerasi aktivitas produksinya, ia menjawab, "Tak ada alasan untuk mengekspektasikan Arab Saudi akan membanjiri (pasar dengan surplus baru)."
Menurut analis dari bank ANZ, sebagaimana dikutip Reuters, "Secara umum, ini perlu dipandang sebagai positif untuk minyak. Ketika dikombinasikan dengan gangguan (produksi) yang marak di seluruh dunia dan makin dalamnya penurunan output AS, kami memperkirakan harga minyak akan trending (ke level harga) lebih tinggi dalam enam bulan ke depan."
Harga Minyak Akan Capai 60 Dolar Tahun Ini
Dalam wawancara eksklusif di CNN pasca rapat, Al Falih mengungkap lebih lanjut latar belakang dari sikap yang diambilnya. "Sikap yang tepat untuk dilakukan sekarang adalah terus memantau pasar dan membiarkan pasar bekerja. (Pasar) ini bekerja menguntungkan kita sekarang."
Al Falih yang baru saja ditunjuk untuk mengurus sektor perminyakan Saudi menggantikan Ali Al Naimi pada Mei lalu tersebut juga menyatakan bahwa harga minyak "sangat mungkin" berada pada $60 per barel pada akhir tahun ini dan naik lebih tinggi pada tahun 2017 pun bisa terjadi. Ia menilai supply dan demand minyak telah "terkonvergensi" dan harga telah terangkat akibat banyaknya gangguan produksi.
Saat wawancara, tokoh yang juga menjabat sebagai pimpinan Saudi Aramco ini mengingatkan bahwa harga minyak pada $50 tidak cukup untuk menarik investasi yang dibutuhkan untuk keberlanjutan sektor perminyakan. Dalam jangka panjang, Al Falih mengkhawatirkan akan terjadinya kelangkaan yang bisa mengakibatkan lonjakan harga, dimana itu berpotensi kontraproduktif bagi stabilitas harga minyak.
Meski begitu, kekhawatiran tersebut tak cukup untuk membuatnya berkompromi dengan Iran. Ia mengakui bahwa setiap negara memiliki hak untuk mengatur produksi minyaknya masing-masing, tetapi Al Falih menegaskan kembali posisi Saudi yang mengharuskan Iran ikut melaksanakan kesepakatan apapun yang dicapai OPEC dalam rangka membatasi output.