iklan | iklan |
Artikel ini adalah lanjutan dari bagian (1) artikel dengan judul yang sama.
Secara umum indikator Moving Average terbilang lagging atau lambat dalam menunjukkan nilai rata-rata yang dihitung. Nilai Moving Average terjadi setelah pergerakan harga, oleh karena itu indikator ini sebenarnya kurang cocok untuk memprediksi arah tren selanjutnya. MA hanya menunjukkan tren yang sedang terjadi, pergerakan harga saat ini sedang uptrend atau downtrend.
Selain kurang cocok dalam memberikan proyeksi tren selanjutnya, Simple Moving Average juga terlalu sederhana untuk memberi gambaran saat muncul kejadian kompleks di pasar. Misalnya saat terjadi lonjakan harga atau harga mendadak turun karena rilisnya suatu laporan ekonomi.
Untuk memperbaiki tampilan Simple Moving Average yang perhitungannya sederhana dan cenderung lagging, trader bisa menggunakan cara pembobotan pada harga akhir relatif terhadap harga-harga yang terjadi sebelumnya atau pembobotan indikator Simple Moving Average (SMA) pada harga terakhir yang sedang diperhitungkan. Indikator Moving Average yang menggunakan cara ini dinamakan Exponential Moving Average.
Exponential Moving Average (EMA)
Nilai pembobotan yang diterapkan tergantung dari periode pengukuran Moving Average. Bila periode EMA pendek, efek pembobotan pada harga akhir akan lebih tampak. Dengan menerapkan pembobotan ini, indikator EMA akan bereaksi lebih cepat pada pergerakan harga-harga terakhirnya. Ukuran pembobotan adalah dalam persen dan disebut EMA%. Secara praktis untuk EMA dengan n periode maka:
EMA% = 2 / (n+1) x 100%.
Misal EMA% untuk periode 5 hari adalah 2/ (5 hari+1) x 100% = (2 / 6) x 100% = 33.33%, sedang pembobotan untuk periode 20 hari: 2 / (20+1) x 100% = 9.52%.
Jadi semakin pendek periode waktu pengukuran, pembobotan ke nilai akhir semakin besar. Sebagai ilustrasi, berikut perbandingan yang tampak dalam trading chart antara EMA-21 daily (garis merah) dan SMA-21 daily (garis biru):
Tampak pada gambar di atas, EMA-21 daily lebih sensitif dibanding SMA-21 daily. Hal itu disebabkan oleh faktor pembobotan pada harga-harga akhir, tetapi juga tidak mengabaikan sama sekali harga-harga sebelumnya. Perlu diketahui bahwa semakin sensitif sebuah indikator bukan berarti akan semakin teliti, melainkan kemungkinan untuk terjadi noise atau kesalahan akan lebih besar.
Dalam hal ini, maksudnya bukan kesalahan menghitung nilai EMA, tetapi kesalahan dalam melakukan prediksi atau biasa disebut false signal akibat harga yang terjadi tidak berlangsung lama. Namun demikian sejauh ini indikator EMA lebih populer dibanding SMA, terutama bagi para trader harian yang lebih banyak mengandalkan sinyal trading yang cepat dan cukup akurat.
Weighted Moving Average (WMA)
Jenis Moving Average dengan pembobotan yang lain adalah Weighted Moving Average (WMA). WMA dihitung berdasarkan pembagian dari jumlah keseluruhan periode.
Dibandingkan dengan EMA, pada indikator WMA semakin panjang periode waktu pengukuran yang digunakan, maka akan semakin besar bobot nilai terakhirnya. Sedangkan pada EMA semakin panjang periode maka semakin kecil pembobotan pada nilai akhir.
Untuk menghitung faktor pembobotan WMA, kita harus jumlahkan periode waktu total, kemudian kalikan masing-masing waktu pengukuran sesuai dengan periode waktu pengukuran, dan dibagi dengan jumlah periode waktu total.
Sebagai contoh, untuk WMA-5 daily, maka faktor pembagi: 1+2+3+4+5=15. Jika kita terapkan untuk CAD/JPY pada contoh sebelumnya dengan periode waktu pengukuran yang sama, maka:
Nilai WMA-5 daily adalah jumlah dari nilai pembobotan masing-masing waktu periode, yaitu: 5.48+10.95+16.72+22.29+27.89 = 83.33.
Dibandingkan dengan Simple Moving Average, indikator WMA memang lebih sensitif. Namun kekurangannya, WMA memiliki lebih banyak noise. Dengan begitu, trader harus lebih hati-hati membaca sinyal trading saat menggunakan WMA.
Komentar : 1